Malang, JADIKABAR.COM – Di tengah udara sejuk Kota Malang, suasana di sebuah aula pertemuan terasa hangat oleh semangat kolaborasi dan rasa hormat. Hari itu, tujuh sosok mewakili ratusan ribu wajib pajak dari wilayah kerja Kantor Wilayah DJP Jawa Timur II, menerima sesuatu yang tak biasa, selembar piagam yang menyimpan makna besar. Piagam Wajib Pajak itu diserahkan langsung oleh orang nomor satu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, dalam sebuah seremoni yang sederhana namun sarat simbol.
Piagam itu bukan sekadar tanda penghargaan. Ia adalah lambang perubahan cara pandang, bahwa hubungan antara negara dan warga dalam urusan pajak tak lagi semata soal angka dan kewajiban. Lebih dari itu, piagam ini adalah bentuk pengakuan dan kemitraan. Mereka yang berdiri di atas panggung hari itu bukan hanya orang-orang patuh membayar pajak, mereka adalah representasi dari warga yang dipercaya, dihargai, dan diberi ruang untuk menjadi bagian dari sistem yang tengah bertransformasi.
Acara bertajuk Launching Piagam Wajib Pajak Jawa Timur ini dihadiri pula oleh para kepala kantor wilayah DJP se-Jawa Timur. Kepala Kanwil DJP Jatim I, Samingun. Kepala Kanwil DJP Jatim II, Agustin Vita Avantin. dan Kepala Kanwil DJP Jatim III, Untung Supardi, turut menyaksikan momen penting ini. Bersama Direktur Jenderal Pajak, mereka berdiri menyambut para penerima piagam dengan senyum bangga dan penuh harap.
Piagam yang diluncurkan kali ini berlandaskan pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2025. Isinya bukan hanya daftar kewajiban pajak, melainkan juga pengakuan negara terhadap hak-hak wajib pajak. Negara menjamin perlakuan yang adil, layanan yang transparan, serta hak untuk menyampaikan keberatan dan pendapat. Semua terangkum dalam delapan hak dan delapan kewajiban yang ditulis bukan hanya sebagai aturan, melainkan sebagai janji.
Dalam sambutannya, Bimo Wijayanto berbicara bukan dengan nada formal birokrasi, tetapi lebih sebagai ajakan dari seorang pemimpin yang ingin membangun hubungan baru. Ia menyebut bahwa piagam ini bukanlah akhir dari proses, melainkan pintu masuk menuju sistem perpajakan yang lebih manusiawi yang menghormati hak, memperkuat kepercayaan, dan mendorong kesadaran untuk berkontribusi secara sukarela.
“Negara hadir bukan hanya untuk menagih, tetapi juga untuk melindungi, mendampingi, dan melayani,” ungkapnya. Kalimat itu disambut dengan tepuk tangan, bukan karena gagahnya pidato, melainkan karena benarnya pesan yang disampaikan.
Para penerima piagam berdiri dengan bangga. Mereka tahu bahwa yang mereka terima hari itu bukan sekadar piagam biasa. Ini adalah simbol bahwa mereka dipercaya. Dan dalam kepercayaan itulah, tumbuh tanggung jawab yang lebih besar, untuk terus taat, menjadi panutan, dan menginspirasi sesama wajib pajak lainnya.
Lebih dari sekadar seremoni, hari itu menjadi momentum. Momentum bahwa pajak bukan hanya tentang pungutan, tapi tentang partisipasi. Tentang gotong royong modern di negara yang ingin maju tanpa melupakan warganya. DJP melalui piagam ini, ingin menegaskan bahwa setiap rupiah yang dibayarkan, setiap formulir yang dilaporkan, bukan pekerjaan sia-sia. Ia adalah fondasi dari jalan tol yang dibangun, sekolah yang berdiri, dan layanan publik yang dirasakan bersama.
Dan pada akhirnya, melalui piagam ini, DJP mengundang seluruh masyarakat untuk menjadi bagian dari sistem yang baru, lebih terbuka, lebih adil, dan lebih saling menghormati. Karena dalam membangun negara, tidak ada yang berdiri sendiri.