Berita  

Kota Batu Jadi Episentrum Gagasan Dunia: Simposium Internasional ACLA ke-17 dan AAC ke-3 Hadirkan Warna Baru

Jaka Media
Wali Kota Batu, Nurochman, bersama perwakilan ACLA memukul gong sebagai tanda dibukanya secara resmi Simposium Internasional ACLA ke-17 dan AAC ke-3 di Graha Pancasila, Among Tani.

Batu, Jadikabar.com – Kota Batu kembali mencatat sejarah. Bukan karena dinginnya udara pegunungan atau ramainya wisatawan akhir pekan, melainkan karena hadirnya ratusan pakar dari berbagai negara dalam 17th Asian Conference of Landscape Architecture (ACLA) dan 3rd AAC International Symposium 2025 yang digelar di Graha Pancasila, Balai Among Tani, pada 28–29 Agustus 2025.

Di balik megahnya gedung Among Tani, tersaji atmosfer yang berbeda: suasana akademik, diskusi global, dan semangat membangun masa depan bersama. Lebih dari 100 peserta dari 10 negara Asia hadir, mulai dari profesor, peneliti, perancang kota, hingga tokoh budaya. Kota Batu—yang selama ini dikenal sebagai “Kota Apel” dan destinasi agrowisata—mendadak menjelma menjadi panggung internasional pertukaran ide.

Sejak era kolonial, Kota Batu dikenal sebagai daerah subur penghasil apel dan sayuran. Namun perkembangan zaman mendorong kota kecil ini bertransformasi menjadi creative city berbasis pertanian dan budaya. Dari lahan apel lahirlah agrowisata, dari dapur rakyat lahirlah kuliner khas, dan dari kearifan lokal lahirlah inovasi ramah lingkungan.

Wali Kota Batu, Nurochman, menyadari warisan itu sebagai kekuatan. Dalam sambutannya ia menegaskan, “Kota Batu memiliki potensi pertanian luar biasa yang tidak hanya berfungsi sebagai sektor produksi, tapi juga ruang inovasi, agrowisata, kuliner, teknologi, dan sektor kreatif. Itulah kekuatan Kota Batu sebagai creative city.”

Nama-nama besar turut hadir: Chairman ICF Chun Hong Duck, President ACLA Prof. Chun Hyun Jin, Prof. Nappy L. Navarra (University of the Philippines), Dr. Ngo Viet Nam Son (Van Lang University, Vietnam), hingga Dr. Siti Nurisjah (IPB Bogor). Kehadiran mereka bukan sekadar simbol, melainkan bukti bahwa Kota Batu telah diakui sebagai kota dengan reputasi global di bidang lanskap dan agrowisata.

Prof. Chun Hyun Jin menyebut Batu sebagai “contoh nyata bagaimana kearifan lokal dapat menjadi dasar membangun kota kreatif dan berkelanjutan.” Sementara Dr. Ngo Viet Nam Son menambahkan, “Pertemuan semacam ini membuka jalan bagi penelitian, inovasi, dan jejaring antarbangsa. Batu punya magnet tersendiri.”

Simposium ini juga diwarnai dengan penyerahan piagam penghargaan kepada tokoh-tokoh internasional. Momen tersebut bukan sekadar seremoni, melainkan penegasan bahwa Kota Batu berdiri sejajar dengan kota-kota besar di Asia.

Sebelum sesi pleno dimulai, suasana penuh rasa persaudaraan tampak saat delegasi internasional disambut dengan kesenian lokal. Perpaduan modernitas global dan akar budaya tradisi menjadi harmoni yang mencirikan wajah Batu masa kini.

Wali Kota Nurochman menutup sambutannya dengan keyakinan, bahwa dari kota kecil inilah akan lahir gagasan besar. “Kehadiran dan partisipasi setiap pihak sangat dibutuhkan dalam komunitas global yang terus berkembang. Semoga Batu bisa menjadi rumah bagi kolaborasi, inovasi, dan persahabatan dunia.”

Simposium ini diharapkan menghasilkan rekomendasi nyata bagi pembangunan kota berkelanjutan, sekaligus mempertegas Batu sebagai kota pertanian kreatif yang berdaya saing global.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *