BANYUWANGI, JADIKABAR.COM – Menandai peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2025, Generasi Muda Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-POLRI (GM FKPPI) PC-1325 Banyuwangi menggelar acara religius dan reflektif bertajuk “Haul Pancasila: Majelis Dzikir Refleksi Pancasila”, pada Minggu (1/6/2025) sore. Kegiatan ini berlangsung khidmat di Masjid Al-Ahwa, kompleks Pondok Pesantren Adz Dzikra Banyuwangi.
Momentum ini menjadi rangkaian kegiatan empat hari yang digagas GM FKPPI Banyuwangi dengan pendekatan spiritual dan kebudayaan, memadukan nilai-nilai kebangsaan dengan tradisi Islam yang kuat di Bumi Blambangan sebagai bentuk perenungan mendalam atas nilai-nilai dasar bangsa.
Ratusan jamaah pengajian Ahad pagi dari lingkungan Ponpes Adz Dzikra hadir memadati lokasi, termasuk para santriwan dan santriwati, wali santri, serta keluarga besar GM FKPPI Banyuwangi. Acara dibuka dengan Khotmil Qur’an 30 Juz yang dibacakan secara berjamaah sebagai bentuk rasa syukur dan munajat untuk bangsa. Dilanjutkan dzikir dan tahlil khusus dipanjatkan untuk mendoakan para tokoh bangsa dan pejuang kemerdekaan, terutama para penggagas dasar negara Pancasila.
Acara ini turut mengundang hadirkan KH. Thoha Muntaha, pengasuh Pondok Pesantren Minhajut Thullab, Lampung; Kepala Dinas Pendidikan Banyuwangi, Suratno, S.Pd., M.M.; dan dipandu langsung oleh Ketua GM FKPPI PC 1325, KH. Ir. Achmad Wahyudi, S.H., M.H., sekaligus selaku pengasuh Pondok Pesantren Adz Dzikra Banyuwangi.
Dalam sambutan pembukanya, KH. Ir. Achmad Wahyudi menyampaikan bahwa istilah “Haul” dalam kegiatan ini bukan hanya merujuk pada peringatan kematian, melainkan juga sebagai simbol kekuatan (quwwah), kemuliaan, dan daya hidup dari nilai-nilai Pancasila.
“Haul Pancasila adalah upaya menegaskan bahwa nilai-nilai luhur bangsa ini harus terus kita rawat dan refleksikan. Ini bukan sekadar seremoni, tapi momentum spiritual untuk mengikat kembali kebangsaan, keislaman, dan kebudayaan dalam satu napas keindonesiaan,” ujar Ir Achmad wahyudi.
Ia juga menegaskan bahwa rasa syukur kepada Allah SWT harus diwujudkan secara nyata—tidak hanya melalui ucapan, tetapi juga dengan tindakan positif seperti berbagi, hadir tepat waktu, dan bahkan tepuk tangan sebagai ungkapan gembira atas nikmat persatuan.
Kegiatan ini, lanjut Ir Achmad Wahyudi, tidak disusun secara protokoler, melainkan mengedepankan ketulusan dan kebebasan menyampaikan refleksi dari berbagai sisi kehidupan: agama, kebangsaan, dan sosial. Ia juga menyoroti pentingnya seni dan budaya sebagai unsur pembentuk karakter bangsa, dan menegaskan bahwa GM FKPPI siap memfasilitasi tumbuhnya organisasi seni lokal seperti SKYEB (Single Keyboard Banyuwangi) hingga pendirian Yayasan dan Institut Seni Banyuwangi (ISB).
“Kami bukan seniman, tapi kami sadar bahwa hidup tanpa seni akan menjadi hampa. Maka, seni harus diberi ruang. Kita juga ingin membuktikan bahwa kesenian dapat tampil dalam bingkai kesantunan, toleransi, dan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin,” tuturnya.
Kehadiran KH. Thoha Muntaha, menambah suasana majelis terasa hidup dan menyentuh. Dalam tausiyahnya, KH. Thoha, membawa audiens merenungi sejarah resolusi jihad 22 Oktober 1945. Ia menegaskan bahwa sebelum TNI lahir, para ulama dan santri telah lebih dahulu berada di garis depan perjuangan kemerdekaan.
“Pangkat dan jabatan itu datang belakangan. Tapi nyawa dan keyakinan para ulama-lah yang pertama dikorbankan. Mereka berjuang bukan karena iming-iming, tapi karena cinta tanah air adalah bagian dari iman,” tegas KH Thoha.
Beliau juga menyampaikan kritik tajam, terhadap krisis integritas di tengah kelimpahan sumber daya manusia dan alam Indonesia. “Kita tidak kekurangan profesor, tapi kita kekurangan pemimpin berintegritas. Jangan sampai kekuasaan justru menjauhkan seseorang dari agama dan akhlak,” ujarnya penuh makna.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Banyuwangi, Suratno, menyampaikan apresiasi atas penyelenggaraan kegiatan ini yang menurutnya sejalan dengan semangat pendidikan karakter dan penguatan nilai kebangsaan. Bahkan ia juga mengutarakan, bahwa seluruh rangkaian kegiatan yang diselenggarakan GM FKPPI sangat layak disebut Festival, sekaligus menjadi agenda tahunan yang masuk dalam kalender event Banyuwangi Festival (B-Fest).
“Acara ini bukan sekadar seremonial, tapi menjadi bagian dari kalender pendidikan di Banyuwangi. Animo masyarakat terhadap lomba dalam rangkaian Hari Lahir Pancasila sangat tinggi, dan ini menunjukkan bahwa pendekatan kultural-religius dalam pendidikan sangat efektif,” ungkap Suratno.
Suratno juga menekankan pentingnya mengenalkan sejarah dan nilai kebangsaan sejak dini, dan menjadikan narasi kebangsaan sebagai bagian menarik dari proses belajar. Ia menutup sambutannya dengan ajakan untuk menjaga ekosistem pendidikan Banyuwangi yang inklusif, kreatif, dan berakar pada budaya lokal.
Diakhir acara, KH. Achmad Wahyudi kembali menyampaikan refleksi bahwa pembentukan karakter manusia Indonesia harus berdiri di atas tiga dimensi utama: watak pribadi, kesadaran sosial, dan kesadaran historis.
“Ketiganya adalah fondasi penting, untuk membentuk manusia utuh yang bertanggung jawab terhadap dirinya, sesama, dan tanah airnya,” tutupnya.
Haul Pancasila bukan hanya bentuk penghormatan terhadap sejarah dan nilai-nilai Pancasila, tapi juga simbol bahwa spiritualitas, kebudayaan, dan kebangsaan dapat bersatu dalam satu majelis yang membangun harapan dan masa depan.
(Pewarta,DavidR)