Bandung Barat, JadiKabar.com – Suasana belajar di SD Negeri 1 Ciptaharja, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat, mendadak berubah panik pada Jumat (17/10/2025) pagi. Puluhan siswa dilaporkan mengalami gejala mual dan muntah usai menyantap jajanan yang dijual di depan sekolah.
Menurut informasi yang dihimpun di lokasi, dugaan kuat keracunan berasal dari jajanan bernama Dofood, camilan berbahan kulit lumpia, mie, dan telur yang banyak digemari anak-anak. Tak lama setelah jam pelajaran dimulai, sejumlah siswa mulai mengeluh mual dan pusing.
Guru SDN 1 Ciptaharja, Heryana, menjadi orang pertama yang menyadari adanya tanda-tanda tidak biasa. Ia mengatakan, gejala awal muncul sekitar pukul 08.00 WIB dari salah satu siswa kelas 5 yang mendadak muntah di ruang kelas.
“Awalnya saya kira masuk angin, jadi saya sarankan pulang saja. Tapi tak lama kemudian beberapa siswa lain juga mengalami hal yang sama,” ujar Heryana saat ditemui di sekolah.
Mengetahui kondisi semakin parah, pihak sekolah segera berkoordinasi dengan Bhabinkamtibmas dan Kepala Desa Ciptaharja untuk mengevakuasi para siswa ke Puskesmas Rajamandala. Dari data yang dihimpun, awalnya 11 siswa dilarikan ke puskesmas, kemudian disusul 18 siswa lainnya. Total ada 28 siswa yang mengalami gejala keracunan seperti mual dan muntah.
Kepala Puskesmas Rajamandala, dr. Teguh Hadian, membenarkan adanya puluhan siswa yang dirawat akibat dugaan keracunan makanan. “Kami sudah melakukan penanganan terhadap seluruh siswa. Alhamdulillah, dari total 29 siswa yang datang, 28 di antaranya sudah diperbolehkan pulang,” ujarnya.
Namun, satu siswa masih harus menjalani perawatan intensif karena memiliki penyakit penyerta, yakni tipes. “Suhu tubuhnya masih tinggi sejak kemarin, jadi kami perlu observasi lebih lanjut,” jelas Teguh.
Sebagai langkah antisipasi, pihak Puskesmas telah mengambil sampel jajanan yang diduga menjadi sumber keracunan. Sampel tersebut dikirim ke Laboratorium Kesehatan Masyarakat (Labkesmas) untuk diuji kandungan bahan berbahaya yang mungkin terdapat di dalam makanan.
“Langkah ini penting agar kami bisa memastikan penyebab pasti dan mencegah kasus serupa terulang,” kata dr. Teguh menegaskan.
Kasus keracunan jajanan sekolah bukan kali pertama terjadi di Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi, kasus serupa sempat meningkat pada 2023-2024 akibat banyaknya pedagang kaki lima yang berjualan tanpa izin edar resmi atau pemeriksaan higienitas.
Menurut penelitian Badan POM, sebagian jajanan anak-anak di luar sekolah kerap mengandung zat berbahaya seperti boraks, formalin, hingga pewarna tekstil yang berisiko pada kesehatan pencernaan anak.
Pihak Puskesmas Rajamandala mengimbau agar sekolah lebih selektif dalam mengawasi penjual makanan di lingkungan pendidikan. “Kami sarankan agar sekolah menata kembali zona aman pangan di sekitar sekolah dan memastikan semua jajanan sudah terverifikasi layak konsumsi,” ujar Teguh.
Kasus ini diharapkan menjadi pelajaran penting bagi semua pihak, terutama sekolah dan orang tua, untuk lebih memperhatikan makanan yang dikonsumsi anak-anak setiap hari.












