Tembok Griya Shanta, Warga Menolak,Proyek Siapa Ini Sebenarnya?

Avatar photo
Tembok Griya Shanta, Warga Menolak: “Proyek Siapa Ini Sebenarnya?”
Yusuf toyip, ketua RW 12 yang lantang menyeruhakan penolakan pembongkaran tembok griya santa

Malang, JadiKabar – Ketegangan pecah di kawasan Perumahan Griya Shanta, Kota Malang, Kamis (6/11/2025). Warga kompak turun ke jalan menolak rencana pembukaan akses menuju kawasan Soekarno-Hatta. Aksi berlangsung panas setelah puluhan petugas gabungan Pemkot Malang tiba di lokasi untuk mengeksekusi pembongkaran tembok fasilitas umum (fasum) di RW 12.

Warga menilai proyek tersebut bukan untuk kepentingan publik, melainkan demi membuka akses bagi perumahan baru yang disebut-sebut membutuhkan jalan tembus.

Sekitar pukul 12.54 WIB, petugas gabungan dari Satpol PP, Dinas Perhubungan, DPUPRPKP, serta aparat TNI–Polri mendatangi lokasi. Namun, kedatangan mereka langsung dihadang warga yang memblokade akses menggunakan kendaraan pribadi. Ketika surat tugas pembongkaran dibacakan, warga tetap bersikukuh menolak karena menilai Pemkot belum memberikan penjelasan transparan mengenai dasar hukum maupun dampak dari proyek tersebut.

Proses penertiban akhirnya tertunda hingga sore hari akibat mediasi yang berjalan alot dan munculnya kecurigaan warga terhadap kepentingan di balik pembukaan akses jalan itu.

Ketua RW 12, Yusuf Toyip, menjadi salah satu warga yang paling vokal menolak pembongkaran. Ia mempertanyakan dasar keputusan Pemkot yang tiba-tiba menyatakan tembok dan area tersebut sebagai jalan umum.

“Dinding ini sudah berdiri 40 tahun. Dibangun oleh developer Waskita Karya, bukan kami. Kami hanya menjaga. Tiba-tiba karena ada developer baru butuh akses, dinding akan dirobohkan,” tegas Yusuf.

Menurutnya, proses perencanaan proyek pun sarat kejanggalan. Ia mengungkapkan adanya nama salah satu pejabat Dinas PUPR yang disebut menyetujui site plan tanpa adanya sosialisasi kepada warga.

“Ada developer baru mengajukan izin membuka akses. Saudara Fahim Faisol diminta sosialisasi ke kami, tapi dia tidak pernah hadir. AMDAL, Amdalalin, dokumen kelengkapan tidak ada, tidak disampaikan. Tapi izin jalan tetap keluar,” ujarnya.

Yusuf menilai Pemkot bertindak sepihak dan mengabaikan hak warga untuk memperoleh informasi serta perlindungan lingkungan.

“Pemkot langsung menetapkan ini jalan umum tanpa koordinasi. Lalu Satpol PP mengirim tiga surat peringatan agar kami membongkar dinding secara mandiri. Salah kami apa? Kami bayar pajak, kami taat aturan,” imbuhnya.

Ia juga menyinggung minimnya respons dari Wali Kota Malang.

“Kami sudah menulis ke Wali Kota, tapi tidak ada jawaban. Kami seperti berhadapan dengan tembok yang lebih tinggi dari pagar ini,” sindirnya.

Sementara itu, Kepala Satpol PP Kota Malang, Heru Mulyono, menegaskan bahwa tindakan pembongkaran dilakukan berdasarkan surat tugas resmi dan telah melalui tiga kali surat peringatan.

Namun, pernyataan tersebut tidak meredakan kecurigaan publik. Alih-alih menunjukkan upaya dialog, langkah Pemkot dinilai justru semakin mempertegas dugaan bahwa proyek ini lebih mengutamakan kepentingan pengembang daripada masyarakat.

Hingga pukul 14.30 WIB, proses pembongkaran dibatalkan karena warga terus bertahan di lokasi. Mediasi pun dilakukan untuk mencegah bentrokan, dan akhirnya tim eksekusi memilih menarik diri.

Dalam keterangannya, Heru menegaskan bahwa langkah mundur dilakukan demi menjaga kondusivitas.

“Tidak ada yang kalah atau menang. Kami hanya menghindari emosi warga. Mereka menggugat, kami juga akan menggugat,” jelasnya.

Warga berharap Pemkot membuka seluruh data, dokumen izin, dan kajian lingkungan secara transparan sebelum memaksakan proyek berjalan.

Bagi Yusuf Toyip dan warga Griya Shanta, persoalan ini bukan sekadar tentang tembok yang hendak dirobohkan, tetapi tentang bagaimana negara menghargai hak dan suara warganya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *