Perbedaan Suap dan Gratifikasi
Bayangkan kamu baru dipromosikan jadi pejabat. Datang teman lama bawa parcel buah besar—isinya bukan cuma makanan dan sirup, tapi amplop kecil di bawahnya. Nah, di sinilah hukum mulai garuk-garuk kepala. Apakah itu tanda kasih, atau kasih tanda? Dalam hukum, pemberian ini bisa dikategorikan sebagai gratifikasi, yang artinya pemberian dalam arti luas: bisa uang, barang, diskon, tiket liburan, bahkan kopi spesial di hotel bintang lima. Namun, kalau pemberian itu dimaksudkan untuk mempengaruhi keputusan jabatanmu, maka berubah status jadi suap. Jadi, jangan asal terima, bisa-bisa yang manis berubah jadi “manis getir hukum”.
Kata Prof. Andi Hamzah, pakar hukum pidana Indonesia, gratifikasi itu sebenarnya netral—belum tentu jahat, belum tentu mulia. Tapi begitu pemberian itu ada aroma “tolong dulu, Ketua.. kawannya kita kan”, di situlah masalah mulai muncul. Hukum bilang: kalau nilainya di atas Rp10 juta, kamu harus bisa buktikan bahwa itu bukan suap. Kalau di bawah Rp10 juta, biar jaksa yang repot membuktikan. Jadi jangan heran kalau pejabat sekarang kadang canggung nerima hadiah, meski cuma jam tangan. Karena di mata hukum, jam itu bisa berubah jadi “bom waktu”.
Kalau gratifikasi itu “pemberian”, maka suap itu kesepakatan dosa. Ada meeting of minds, istilah keren dari teori hukum yang artinya dua pikiran sudah saling paham: “saya kasih, kamu bantu.” Dalam hukum, ini bukan lagi basa-basi, tapi transaksi. Satjipto Rahardjo, dalam teori hukum progresif-nya, bilang bahwa hukum seharusnya melihat konteks moral dan niat, bukan sekadar teks undang-undang. Nah, niat di sini jelas: ada maksud mempengaruhi keputusan. Jadi, bukan cuma uangnya yang kotor, tapi hubungannya juga.
Kalau dilihat sepintas, suap dan gratifikasi sama-sama melibatkan pemberian. Tapi bedanya sangat tipis . Suap itu ada “niat jahat sejak awal” (mens rea), sedangkan gratifikasi baru dianggap suap kalau tidak dilaporkan dalam 30 hari kerja. Jadi kalau kamu pejabat dan dikasih sepeda lipat dari vendor, cepat lapor ke KPK. Kalau tidak, yang tadinya niat baik bisa berubah jadi pasal berat. Seperti kata Prof. Muladi, “Dalam hukum pidana, niat bisa lebih berbahaya daripada tindakan.” Jadi, kadang lebih aman nolak hadiah daripada nanti dilihat jaksa sebagai “pembukaan rekening dosa.” Jangan terpikirkan dalam hati, wuuiiis dapat rezeki nomplok ini… bah !!
Kita ini bangsa yang sopan dan suka memberi. Tapi di era hukum modern, budaya “terima kasih” bisa berujung perkara. Dulu, kasih kue lebaran ke atasan itu etika. Sekarang, bisa jadi “indikasi gratifikasi.” Ironis, ya? Tapi itulah wajah hukum kontemporer yang ingin menjaga integritas birokrasi. Menurut teori fungsi sosial hukumnya Soerjono Soekanto, hukum harus menyesuaikan dengan nilai sosial masyarakat. Jadi, bukan berarti dilarang berterima kasih, tapi bentuknya jangan dalam amplop. Cukup doa dan kejujuran kerja, itu juga “hadiah” terbaik untuk bangsa.
Perkembangan hukum tentang suap dan gratifikasi sebenarnya ingin menggeser pola pikir lama: bahwa kekuasaan bukan ladang imbalan. UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah jelas menegaskan larangan suap dan aturan pelaporan gratifikasi. Tapi, hukum tanpa kesadaran moral hanya jadi teks di kertas. Di sinilah hukum dan etika bertemu: pejabat bukan cuma takut KPK, tapi juga malu pada cermin. Seperti kata Prof. Mahfud MD, “Integritas adalah benteng pertama sebelum hukum bekerja.”
Kesimpulannya sederhananya adalah : gratifikasi itu hadiah yang bisa jadi masalah, suap itu masalah yang disamarkan sebagai hadiah. Keduanya bisa kelihatan sama, tapi bedanya ada di niat dan waktu. Kalau niatnya tulus, laporkan biar bersih. Kalau niatnya licik, siap-siap dicatat sejarah sebagai pelaku korupsi. Jadi, kalau nanti ada yang datang bawa hampers mahal, jangan langsung tersenyum. Tanya dulu: “Ini ucapan selamat, atau undangan ke ruang sidang?”
Hukum pidana harus digunakan dengan hati-hati, karena ia adalah pedang bermata dua—bisa menegakkan keadilan, bisa juga melukainya. . Prof. Andi Hamzah
Horas Hubanta Haganupan.
Horas …Horas … Horas












