MTV

Avatar photo

JadiKabar.com – Jika generasi sekarang punya TikTok sebagai kompas hidupnya, generasi tahun 80–90-an punya MTV sebagai kitab suci pop culture. Lahir pada 1 Agustus 1981, MTV langsung bikin dunia melek video musik seperti orang baru pertama kali minum kopi hitam tanpa gula: kaget, tapi nagih. Menurut pakar penyiaran nasional Dr. Rijal Hananto, kehadiran MTV saat itu ibarat bom kreativitas—yang meledak bukan bangunan, melainkan batas-batas cara orang menikmati musik. MTV hadir seperti tamu pesta yang datang paling heboh, memutar musik keras, dan langsung membuat semua tamu lain merasa perlu berdandan lebih keren.

Video pertama MTV, Video Killed the Radio Star oleh The Buggles, bukan hanya lagu pembuka, tapi juga nubuatan. Radio tidak punah, tapi popularitasnya jelas digoyang. MTV seperti barista baru yang datang ke kedai lama dan bilang, Mulai hari ini, kopi kalian harus ada latte art, ya. Generasi muda pun terpikat. MTV memperkenalkan VJ—Video Jockey—yang tampil dengan gaya lebih luwes daripada MC kondangan. Prof. Maya Anindita, ahli budaya pop, bilang: MTV menciptakan profesi baru yang bikin anak muda pengin punya pekerjaan keren… tanpa harus bisa nyanyi atau main gitar.

Tahun 90-an dan awal 2000-an adalah masa keemasan MTV. Kalau anak muda saat itu disuruh memilih antara makan bakso atau nonton MTV, mereka mungkin jawab: Nonton MTV sambil makan bakso. Acara seperti TRL, MTV Cribs, MTV Unplugged, dan Pimp My Ride membentuk peradaban baru yang meyakinkan orang bahwa mobil bisa dihias sesuka hati dan rumah artis harus punya 17 kamar untuk alasan yang tidak jelas. Menurut Prabu Hartanto, pengamat televisi senior, MTV bukan cuma saluran TV—dia gaya hidup. Anak muda merasa dibesarkan oleh musik, mode, dan kebetulan-kebetulan estetik.

Di Indonesia pun, MTV jadi fenomena besar yang sulit dilupakan. Siapa yang bisa lupa MTV Most Wanted dengan VJ Sarah Sechan, VJ Nadya Hutagalung, dan VJ Cathy Sharon yang selalu tampil seperti baru turun dari konser band indie? Lalu ada MTV Ampuh yang dipandu VJ Nirina Zubir—acara chart musik lokal yang setiap Minggu bikin remaja se-Indonesia sibuk memilih lagu andalan mereka. Belum lagi MTV Dahsyat, eh salah, itu tetangga—yang benar MTV Getar Cinta, MTV Tralala Trilili, MTV Global Room, serta MTV MTV Weekend yang sering diisi oleh VJ keren seperti Daniel Mananta, Evan Sanders, Marcel Chandrawinata, hingga Anya Dwinov. MTV Indonesia memberi ruang bagi musisi lokal tampil sejajar dengan artis global, seperti menu angkringan yang tiba-tiba bersanding dengan fine dining. Kata Yos Rizky, kritikus media: “MTV Indonesia itu seperti kawan nongkrong yang selalu bikin suasana asyik—kadang nyeleneh, tapi tetap informatif. Ia memperkenalkan musik dengan gaya ‘seru tapi tidak norak’.

Namun, seiring berjalannya waktu, internet mulai berkembang, lalu muncul YouTube dengan segala keajaibannya: dari video musik, tutorial masak mie instan, sampai orang bermain slime selama 3 jam. MTV pun mulai goyah. MTV kalah bukan karena buruk, tapi karena lawannya cheat, kata Dr. Rijal sambil tertawa. Bagaimana tidak, YouTube memberi kemewahan memilih video apa pun, kapan pun, tanpa menunggu jadwal tayang. MTV ibarat warung kopi lama yang tetap enak, tapi pelanggan sudah pindah ke kedai baru yang punya WiFi lebih kencang.

Masalah makin kompleks ketika platform seperti Spotify dan TikTok muncul. TikTok, khususnya, memperlakukan musik bukan lagi sebagai tayangan, tapi bahan baku konten. Lagu tak perlu punya video keren—cukup bagian 15 detik yang enak buat joget. MTV yang dulu menjadi bos besar video musik tiba-tiba seperti dosen tua yang baru tahu bahwa mahasiswa sekarang belajar dari video 30 detik. Perubahan pola konsumsi ini fatal bagi saluran musik tradisional, jelas Prof. Maya.

Akhirnya, MTV mulai mengurangi slot video musik dan beralih ke reality show. Acara seperti Teen Mom, Jersey Shore, dan Catfish perlahan mengambil alih layar hingga MTV terasa seperti Netflix versi bumbu micin—penuh drama, tawa, dan sedikit rasa bersalah. Di Teen Mom, wajah yang paling sering muncul sebagai pemandu moral dadakan adalah Dr. Drew Pinsky, yang memandu reuni dan diskusi seperti DJ yang mencoba menata ulang irama hidup para peserta.
Jersey Shore dipimpin oleh DJ paling ribut sedunia—DJ Pauly D, yang tidak hanya mengocok turntable, tapi juga drama rumah pantai. Sementara itu, Catfish punya host investigatif sendiri: Nev Schulman dan Max Joseph, duo yang lebih mirip detektif cyber dibanding DJ, tapi ritme penyelidikannya tetap mengalir seperti beat elektronik.

Ada yang bilang MTV berubah, ada yang bilang MTV tersesat, dan ada juga yang bilang MTV hanya sedang mencari jati diri sambil membawa kopi hitam sebagai teman curhat. Pakar penyiaran Anton Suwarto menyebut era ini sebagai fase MTV nongkrong di persimpangan hidup, ketika saluran itu harus memilih antara tetap jadi rumah musik atau berevolusi menjadi saluran drama kehidupan—dengan reality show sebagai playlist barunya.

Mulai dari MTV 80s, MTV 90s, MTV Music, Club MTV, hingga MTV Live. Alasannya? Kombinasi penurunan minat, biaya operasional, dan strategi merampingkan perusahaan induknya, Paramount Global. Ini bukan kiamat, kata Anton Suwarto, ini seperti toko kaset yang akhirnya bilang: Oke, kita menyerah. Dunia sudah move on. Dan benar saja: orang-orang kini lebih memilih playlist algoritma daripada menunggu VJ memperkenalkan video musik.

Penggemar MTV sebentar lagi bakal bersedih. Sejumlah saluran musik MTV bakal pamit pada 31 Desember 2025 mendatang.Paramount Global mengumumkan keputusannya untuk menutup lima saluran MTV secara permanen pada 31 Desember 2025. Penutupan bertepatan dengan malam Tahun Baru 2026. Keputusan ini muncul hampir setelah 44 tahun MTV mengambil hati para pecinta musik dan budaya pop di dunia. Kelima saluran yang bakal resmi ditutup di antaranya MTV Music, MTV 80s, MTV 90s, Club MTV, dan MTV Live. Kelimanya merupakan saluran-saluran musik kesayangan MTV.Yang tersisa nantinya hanya MTV HD. Namun, saluran ini lebih banyak menghadirkan reality show dan jarang soal musik.

Namun yang menarik, MTV tidak benar-benar mati. Saluran utamanya masih hidup, hanya tidak lagi fokus pada musik. Sekarang ia menjual hiburan, drama, reality, dan nostalgia. MTV seperti musisi lama yang sadar sudah tidak bisa lagi headbang di panggung tapi masih punya energi buat konser akustik. Brand MTV akan tetap hidup karena terlalu ikonik untuk punah, ujar Prof. Maya. Tapi wajahnya tidak akan pernah sama. MTV pun kini menjadi legenda—bukan sekadar stasiun TV.
Penutupan saluran-saluran itu menandai akhir sebuah era—era ketika anak muda duduk di depan TV menunggu video favorit mereka tayang. Sekarang, generasi baru bahkan bingung: Emang dulu nonton video musik harus antre? Kata Yos Rizky, MTV mengajarkan kita bahwa musik bisa dilihat, bukan cuma didengar. Dan itu warisan besar yang tidak bisa direbut platform mana pun. Meski MTV tak lagi memimpin, pengaruhnya tetap terasa di setiap video musik modern, setiap editan cepat, dan setiap look artis yang dibuat untuk kamera.

Jadi, apakah MTV sudah tutup? Sebagian iya, sebagian tidak. Yang jelas, dunia berubah dan MTV memilih untuk berubah juga. Ia pernah jadi raja, pernah jadi ikon, dan kini jadi legenda yang disimpan di etalase sejarah pop culture. Seperti secangkir kopi hitam yang pertama kali kamu minum saat remaja: mungkin kedainya sudah tutup, tapi rasanya tetap melekat di ingatan. Dan seperti kata Dr. Rijal Hananto sambil tersenyum, MTV mungkin pensiun dari dunia musik, tapi karya-karyanya sudah abadi. Lagipula, setiap ikon berhak istirahat setelah membuat satu generasi jatuh cinta.

MTV itu bukan sekadar saluran musik; ia adalah kiblat budaya pop yang mengubah cara manusia menikmati musik. Ketika radio masih sibuk bicara, MTV sudah memperlihatkan musik sebagai pengalaman visual. Jadi kalau hari ini MTV berubah menjadi saluran reality show, itu bukan penurunan… itu evolusi. Meski, ya, saya akui, kadang evolusinya seperti dinosaurus yang tiba-tiba ingin jadi barista.

MTV adalah campuran unik antara televisi, musik, fashion, dan kenakalan remaja yang diracik menjadi satu paket hiburan. MTV berhasil membentuk selera generasi muda selama tiga dekade. Namun saat internet masuk, MTV seperti orang tua yang kaget karena anaknya lebih percaya YouTube daripada nasihat rumah. Tapi tetap: pengaruh MTV itu monumental.- Prof. Maya Anindita.

Horas Hubanta Haganupan.
Horas …Horas … Horas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *