Siapa sangka, suatu pagi kita bangun, ngopi, buka berita, dan—bam!—Presiden Prabowo menginstruksikan sekolah-sekolah Indonesia untuk belajar Bahasa Portuguese. Tentu ini bukan tiba-tiba Indonesia mau jadi juara samba, bukan pula mau bikin sinetron dengan judul Cinta di Rio Sudirman. Tapi bayangkan, anak-anak kita nanti bukan hanya bilang assalamualaikum, Bu Guru, melainkan bom dia, senhora! ( Selamat pagi, Ibu ! ) Di warung, sambil makan ayam geprek , mungkin ada yang nyeletuk, Mas, sambalnya… muy… eh… muito pedas!” Indonesia ini kreatif, apa aja bisa jadi lucu kalau sudah melewati tangan rakyatnya. Dan kalau ada yang protes, Kenapa bukan Bahasa Korea?, tenang, ini bukan rebutan bahasa, ini kompetisi masa depan. Seperti kata psikolog Indonesia Prof. Sarlito W. Sarwono, manusia itu berkembang ketika berani melihat dunia lebih luas—jadi, yuk buka jendela dunia kita, meski jendelanya masih triplek bekas.
Bahasa Portugis itu bukan hanya bahasa Olá tudo bem? ( Hallo Semua, baik baik sajakah ? ) yang mengalun manis seperti lagu galau bossa nova. Ini bahasa resmi Brasil, negara bola yang sering nyakitin fans sepak bola kita tiap Piala Dunia karena Indonesia belum masuk daftar tamu VIP FIFA. Tapi kalau nanti anak-anak kita fasih Portuguese, siapa tahu kita bisa kirim utusan untuk ngobrol dengan pemain Brasil dan bilang, Mas Neymar, mampirlah main tarkam di Serbelawan ni Huta. Nah, ini motivasi nasionalisme versi santai. Lagian, kalau Indonesia bisa barter pempek for samba atau batik for caipirinha non-alkohol, salah siapa kalau kita makin keren di mata dunia? Kata M. Hamid Abdullah, psikolog pendidikan Indonesia, kemampuan lintas budaya memperluas kecerdasan sosial. Bahasanya ilmiah, tapi intinya: makin banyak bahasa, makin gampang nyambung obrolan, dari obrolan politik sampai gosip artis Brasil yang entah siapa tapi kok menarik.
Bahasa Portugis berasal dari semenanjung Iberia di Eropa, tepatnya dari Portugal—negara mungil yang dulu hobi keliling dunia naik kapal sambil bilang, Olá, tanah ini punya kami sekarang!. Bahasa ini kemudian menyebar ke mana-mana, terutama Brasil, negara yang bikin kita iri karena jago bola dan punya pantai dan wanitanya yang indah. Selain itu, bahasa Portugis juga dipakai resmi di Angola, Mozambik, Guinea-Bissau, Kepulauan Tanjung Verde, São Tomé dan Príncipe, serta Timor-Leste—jadi kalau Anda tiba-tiba mendengar obrigado ( terima kasih ) di Kupang, bukan salah telinga, itu realitas sejarah. Dengan ratusan juta penutur, bahasa ini jadi salah satu bahasa global, cocok untuk mereka yang ingin terdengar internasional tapi tetap bisa bilang, Nanti belajar lagi, ya, sekarang ngopi dulu. Jadi, belajar bahasa Portuguese ibarat tambah sambal di bakso: hidup tetap berjalan, tapi rasanya langsung naik level!
Ada yang bilang, Kenapa Portuguese ? Kolonialisme kah? Uh, tenang, sampai sekarang yang paling kolonial di hidup kita tetap cicilan paylater, bukan Portuguese. Justru bahasa ini bekas sejarah Asia Tenggara; Timor Leste pakai Portuguese, Maluku dulu pernah disinggahi para navigator berjenggot tebal itu. Jadi, ini bukan nostalgia penjajahan, tapi nostalgia masa depan—kalau istilahnya agak bingung, biarkan saja, yang penting nadanya meyakinkan. Bayangkan kalau anak sekolah bisa nulis biodata: Bahasa: Indonesia, Inggris, Portuguese, (- bahasa hati masih proses). Wah, HRD langsung langsunglah berkata, selamat, kamu sudah masuk kerja, coba …. Prof. Sarlito pernah menekankan bahwa adaptasi adalah kunci kesuksesan individu. Kalau zaman dulu adaptasinya pindah desa, sekarang adaptasinya pindah kosakata internasional. Jadi jangan takut, mempelajari Portugis bukan berarti kita lupa aku cinta kamu—justru nanti bisa bilang eu te amo ( Aku cinta padamu ) kalau mau terdengar internasional tapi tetap bucin.
Pariwisata juga dapat bonus. Bayangkan turis Brasil di Bali denger orang warung berkata, Olá, irmão ( – Hallo Saudara ), mau pakai sambal berapa level? Turisnya bengong bahagia, mengira masuk dunia paralel di mana Asia dan Amerika Latin kawin budaya tanpa ribut politik. Dan kalau suatu hari Brasil bikin festival rendang-feijoada ( sup kacang hitam ), siapa yang rugi? Tentu bukan kita. Orang kita suka makanan, apalagi kalau ada kata all you can eat.( – semua bisa di makan ) Kata psikolog klinis Indonesia Dharmayati Utoyo, interaksi positif antarbudaya meningkatkan empati dan memperkuat jati diri. Versi rakyatnya: makin banyak kenalan luar negeri, makin gampang kita bilang, Wah, bangsa kita juga keren kok! sambil upload foto nasi padang ke Instagram dengan caption gastronomy diplomacy ( -diplomasi kuliner ) . Jadi belajar Portugis itu bukan cuma bahasa, tapi bumbu internasional buat masa depan Indonesia yang lezat.
Dan mari kita bicara bisnis. Brasil itu ekonomi raksasa, Angola kaya tambang, Mozambik punya peluang investasi. Kalau kita bisa ngobrol lancar, mungkin anak muda Indonesia nanti nggak cuma jualan kopi susu, tapi ekspor kopi Toraja langsung ke São Paulo. Bayangkan anak startup mempunya idea binis : Kami bridging ( – komunikasi yang menyambung ) perdagangan UMKM Indonesia- Portugis. Investor langsung bingung tapi kagum. Itulah seni bicara internasional: terdengar pintar dulu, paham belakangan. Psikolog Fuad Hasan pernah membahas bahwa bahasa membentuk pola pikir—artinya semakin banyak bahasa, semakin fleksibel otak kita; bukan cuma fleksibel mikir, fleksibel ngeles juga. Jadi kalau nanti ada tugas kuliah dan belum siap, tinggal bilang, Maaf, dosen, saya masih proses adaptasi linguistik global. Terdengar mahal, padahal inti kalimatnya: selow napa Bu ini juga lagi di kerjakan….
Tentu ada yang nyeletuk, susah kali pun, bahasa daerah aja belum beres. Nah, ini bukan kompetisi lidah, ini upgrade otak. Bahasa daerah tetap wajib dicintai, Portugis hanya topping seperti keju mozzarella di roti bakar abang-abang. Kita belajar bukan untuk meninggalkan jati diri, tapi untuk menambah skill keren biar nggak kelihatan bingung kalau tiba-tiba dunia berubah lebih cepat dari harga cabe naik turun. Psikolog perkembangan Elly Risman sering menekankan pentingnya stimulasi kognitif dan kontrol diri di era digital—nah, ini salah satunya: belajar bahasa baru sambil menahan diri untuk tidak pamer di caption Instagram, Bilingual? (– dua bahasa ) Aku trilingual,( tiga Bahasa ) darling. Walau dalam hati pingin. Jadi mari santai, bahasa daerah tetap mewarnai, Portugis hanya lampu hias tambahan, bukan cat tembok rumah kita.
Akhirnya, belajar Portugis itu bukan soal sok-internasional. Ini soal siap menyapa dunia dengan gaya Indonesia: santai, ramah, kadang absurd, tapi selalu bikin orang lain tersenyum. Kita tetap bisa bercanda, Gas Ketua, Cappucino dingin satu, jangan lupa gorengan empat. Dan ketika nanti generasi muda kita bisa presentasi bahasa Portugis sambil pakai sandal jepit, itu kemenangan budaya—karena dunia boleh berubah, tapi kita tetap Indonesia: hangat, lucu, dan selalu siap improvisasi. Seperti pepatah ala psikologi ala warung kopi, Bahasa membuka pintu, humor membuka hati. Jadi mari belajar, tertawa, dan melangkah bersama. Kalau orang lain bingung kenapa kita semangat, jawab saja: Karena masa depan nggak tunggu yang nggak siap. Bom dia, Nusantara—ayo joget global tapi tetap makan tempe!
Sebagai bukti bahwa kami memandang Brasil sangat penting, saya telah memutuskan bahwa bahasa Portugis akan menjadi salah satu prioritas bahasa disiplin pendidikan Indonesia. – Prabowo Subianto dalam pertemuannya dengan Luiz Inácio Lula da Silva (Presiden Brasil) di Istana Merdeka, Jakarta, pada Kamis, 23 Oktober 2025.
Horas Hubanta Haganupan.
Horas …Horas … Horas












