Berita  

Dugaan Penyerobotan Tanah Desa oleh Perkebunan Purnawangi, Camat Cipatat Angkat Bicara

Dugaan Penyerobotan Tanah Desa oleh Perkebunan Purnawangi, Camat Cipatat Angkat Bicara
foto: Lahan perkebunan PT Purnawangi Maju Jaya yang bersebelahan dengan area desa.

Bandung Barat, JADIKABAR.COM – Isu dugaan tumpang tindih lahan antara tanah desa Ciptaharja dengan area perkebunan PT Purnawangi Maju Jaya di Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat, kembali mencuat. Sejumlah tokoh masyarakat dan perangkat desa kini berharap Badan Pertanahan Nasional (BPN) segera memberikan kejelasan status tanah agar tidak menimbulkan keresahan.

Perkebunan PT Purnawangi Maju Jaya yang dikenal sebagai pengelola lahan buah Purnawangi, tercatat memiliki Hak Guna Usaha (HGU) seluas 45 hektare, namun kini dikabarkan bertambah menjadi sekitar 57 hektare.
Perubahan data ini menimbulkan pertanyaan di kalangan warga, terutama karena tanah desa (verponding 378) bersebelahan langsung dengan tanah perkebunan (verponding 379).

Camat Cipatat, Sulena Faisal, membenarkan bahwa pihaknya telah mengirim surat resmi ke BPN untuk meminta pengukuran ulang dan penetapan batas tanah.
Ia menjelaskan bahwa desa Ciptaharja telah lebih dulu mengirim surat ke BPN sekitar tiga bulan lalu, sementara pihak kecamatan baru satu bulan kemudian menyusul surat serupa.

“Isu itu memang ada. Kami sudah kirim surat ke BPN untuk memastikan kembali batas lahan antara tanah desa dan area HGU milik perkebunan. Kami hanya ingin pengukuran ulang agar sesuai dengan alas hak yang tercatat,” jelas Sulena, Minggu (6/10/2025).

Menurutnya, dari hasil pembahasan sementara, tidak ditemukan indikasi langsung adanya pengurangan luas tanah desa, kecuali sebagian kecil lahan yang telah digunakan untuk pembangunan SMA Negeri 1 Cipatat, lapangan olahraga, dan pemakaman umum.

“Tanah desa dari verponding 378 itu sebagian dipakai sekolah dan lapangan. Kalau dihitung, luasnya sekitar tiga hektare. Tapi sekarang kami ingin tahu, sisanya di mana posisinya. Yang bisa memastikan tentu BPN,” tambahnya.

Sebelum surat dilayangkan, pihak kecamatan, desa, dan perwakilan perusahaan telah menggelar mediasi untuk mencari titik temu. Namun, mediasi tersebut belum menghasilkan kesepakatan yang jelas.
Camat Sulena juga menyayangkan lambannya respons BPN dalam menindaklanjuti permintaan pengukuran batas lahan.

“Kami berharap BPN bisa segera turun ke lapangan. Jangan sampai masyarakat terus menunggu tanpa kepastian,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Desa Ciptaharja, Idham Martadinata, mengatakan pihaknya memilih bersikap hati-hati dan menunggu hasil klarifikasi resmi dari BPN.

“Kami sudah kirim surat permohonan pengukuran ulang. Saya tidak bisa memastikan sebelum ada hasil resmi. Semua harus berdasarkan data dan dokumen yang sah,” ujarnya.

Idham menegaskan, pemerintah desa tidak ingin memperkeruh suasana dan hanya berharap proses verifikasi batas tanah dilakukan secara transparan dan terbuka.

Dikonfirmasi terpisah, perwakilan lapangan PT Purnawangi Maju Jaya menyatakan bahwa pihaknya tidak mengetahui adanya pergeseran batas lahan.
Menurutnya, seluruh aktivitas pengelolaan dilakukan berdasarkan titik patok dan peta HGU yang telah disahkan.

“Kami menjalankan kegiatan sesuai peta HGU seluas 57,24 hektare. Soal batas lahan, itu wewenang bagian legal perusahaan. Setahu kami, tidak ada pengelolaan di luar area yang ditetapkan,” ungkapnya.

Sejumlah warga berharap pemerintah segera memberikan kejelasan dan penyelesaian administratif atas dugaan pergeseran lahan tersebut agar tidak berkembang menjadi polemik berkepanjangan.
Kasus ini diharapkan menjadi momentum bagi semua pihak khususnya pemerintah desa, perusahaan, dan BPN, Untuk memperkuat transparansi pengelolaan aset tanah desa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *