Kompetensi profesional

Avatar photo

JadiKabar.com – Ada banyak orang di kantor yang kerjanya bagai mesin cuci 10 kg—berputar, muter, tapi diam di tempat. Hebat di performa, tapi nggak kelihatan karena… ya nggak pernah muncul di radar siapa pun. Dunia kerja sekarang bukan cuma soal siapa yang paling rajin, tapi siapa yang paling nyambung. Psikolog sosial, Aulia Kusumawardhani pernah bilang, “Kesuksesan profesional bukan hanya tentang kemampuan, tapi juga keterhubungan. Artinya, kalau kamu kerja bagus tapi tidak pernah ikut ngobrol santai di pantry, bisa-bisa hasil kerjamu dikira muncul dari udara. Dunia kantor, sayangnya, nggak dilengkapi sensor deteksi orang kompeten. Yang kelihatan aktif, ramah, dan terkoneksi sering kali lebih dulu dipilih—bukan karena menjilat, tapi karena terlihat manusiawi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia , kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.

Banyak yang bangga bilang, “Saya nggak perlu cari muka, hasil kerja saya sudah cukup bicara.” Sayangnya, hasil kerja itu seperti sinyal Wi-Fi—kalau nggak ada router (alias koneksi manusia), ya nggak bakal nyampe ke mana-mana. Psikolog Adjie Santosoputro pernah mengingatkan, “Kita makhluk sosial, bukan makhluk Excel. Koneksi emosional justru memperkuat kredibilitas profesional.” Jadi kalau kamu mau naik level, jangan cuma update Excel, tapi juga update obrolan. Kadang satu cangkir kopi bareng rekan bisa lebih menentukan masa depanmu dibanding sepuluh laporan mingguan yang dikirim ke email bos jam 11 malam.

Networking sering disalahpahami sebagai “jurus menjilat karier.” Padahal, beda tipis tapi niatnya jauh. Menjilat itu manipulatif, networking itu kolaboratif. Kalau kamu ngobrol sama rekan bukan buat cari untung, tapi karena memang peduli, efeknya beda sekaleee. Kata Seto Mulyadi (Kak Seto), “Keterbukaan dan empati adalah kunci hubungan sehat di segala usia.” Nah, di dunia kerja juga begitu—yang paling dipercaya bukan yang paling pandai bicara, tapi yang paling tulus mendengar. Jadi mulai besok, coba turun pangkat sedikit dari “super sibuk” jadi “super hadir.” Dengar cerita rekan yang baru nikah, tanya kabar staf yang sakit, itu juga bentuk investasi sosial, bukan buang waktu.

Kinerja tanpa koneksi itu kayak motor Ninja tapi tangkinya kosong—ganteng, tapi nggak jalan. Kamu bisa kerja sebaik malaikat, tapi kalau nggak ada yang tahu, ya hasilnya seperti mengirim sinyal SOS di Mars. Networking adalah bensin sosial: bikin mesinmu melaju lebih jauh. Psikolog Ratih Ibrahim bilang, “Hubungan antar individu adalah fondasi kepercayaan dalam organisasi.” Jadi bukan cuma soal kemampuan, tapi tentang rasa aman yang kamu berikan pada orang lain. Kalau kamu bisa dipercaya, kamu dilibatkan. Kalau kamu dilibatkan, kamu dilihat. Dan dari situ, pintu peluang terbuka lebih lebar dari pintu kantor setiap Senin pagi.

Di laboratorium, yang penting hasil eksperimen. Tapi di kantor, yang penting siapa yang bisa kerja bareng tanpa bikin suasana kayak sinetron jam 7 malam. Dunia kerja itu bukan hanya soal output, tapi juga vibe management (pemimpin untuk berkonsentrasi pada strategi dan visi ). Kalau kamu hebat tapi susah diajak bicara, orang bakal mikir dua kali buat ngajak kolaborasi. Kata Psikolog Klinis Liza Marielly Djaprie, “Manusia mencari kenyamanan emosional lebih dulu sebelum menilai kemampuan seseorang.” Jadi kadang, rekan yang sering bercanda receh malah lebih cepat dipromosikan daripada yang setiap hari tampil serius macam Excel human edition. Dunia memang tidak adil, tapi bisa dipahami.

Orang hebat tanpa jaringan bisa terjebak di posisi yang sama, sementara yang biasa-biasa aja tapi punya relasi luas bisa melesat bak roket Elon Musk. Dan bukan karena dia punya “orang dalam”, tapi karena dia jadi orang di dalam lingkaran kepercayaan. Jadi, kalau kamu ingin dipertimbangkan untuk proyek besar, jangan cuma sibuk bikin laporan bagus—bikin juga hubungan bagus. Karena seperti kata Dewi Haroen, psikolog karier, “Kepercayaan adalah promosi terbaik.” Siapa yang dipercaya, dia yang dipilih. Siapa yang dikenal, dia yang diingat. Dan siapa yang diingat… ya, dia yang naik duluan.

Networking bukan berarti setiap hari nongkrong di pantry sambil berburu gosip. Cukup jadi orang yang available untuk ngobrol, membantu, atau sekadar tersenyum tanpa pamrih. Dunia kerja akan selalu menghargai orang yang bisa diandalkan secara profesional dan diterima secara sosial. Karena kerja bagus bikin kamu layak, tapi hubungan baik bikin kamu terlihat. Dan kalau dua-duanya kamu punya, siap-siap aja—bukan cuma naik jabatan, mungkin kamu juga bakal ditunjuk jadi panitia acara kantor (yang artinya: kamu sudah benar-benar diakui).

Di dunia kerja modern, soft skill seperti kemampuan berkomunikasi, empati, dan membangun jejaring sosial bukan pelengkap—melainkan bagian inti dari kompetensi profesional. – Ratih Ibrahim, Psikolog dan CEO Personal Growth.

Horas Hubanta Haganupan.
Horas …Horas … Horas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *