Makna Waisak, Cahaya Kedamaian dari Borobudur untuk Dunia

redaksi

Jadikabar.com – Tanggal 12 Mei 2025 menandai Hari Raya Waisak, hari suci yang dirayakan umat Buddha di seluruh dunia. Di Indonesia, perayaan Waisak memiliki keunikan tersendiri, terutama dengan ritual agung yang digelar di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Ribuan umat Buddha berkumpul, membawa lilin dan harapan, mengalirkan energi kedamaian yang melintasi batas agama, budaya, dan bangsa.

Waisak, atau Vesak, memperingati tiga peristiwa penting dalam kehidupan Siddhartha Gautama, Sang Buddha: kelahiran, pencerahan (Bodhi), dan wafat (Parinirvana). Ketiganya terjadi pada tanggal yang sama menurut penanggalan lunar, yaitu pada purnama di bulan Waisak.

Hari ini bukan sekadar hari suci keagamaan, melainkan momentum refleksi tentang kehidupan, kasih sayang, dan pencarian makna sejati. Nilai-nilai ini kini terasa semakin relevan di tengah dunia yang penuh konflik dan kecemasan.

Di Indonesia, pusat perayaan Waisak nasional terletak di Candi Borobudur, situs warisan dunia yang juga simbol spiritual umat Buddha. Salah satu momen paling ditunggu adalah pelepasan ribuan lampion ke langit malam. Lampion ini bukan sekadar pemandangan estetik, tetapi simbol harapan, doa, dan penerangan batin.

Sebelumnya, umat melakukan prosesi berjalan kaki dari Candi Mendut ke Borobudur, membawa air suci dan api abadi, dua elemen yang menyimbolkan pembersihan dan kebijaksanaan. Ritual ini menjadi daya tarik spiritual sekaligus budaya yang mendatangkan wisatawan dan pelaku meditasi dari seluruh dunia.

Tahun ini, perayaan Waisak juga diramaikan secara digital. Umat dan simpatisan berbagi refleksi dan harapan melalui media sosial, webinar, serta siaran langsung prosesi dari Borobudur. Waisak menjadi jembatan spiritual yang tetap menyala di tengah kemajuan zaman.

Waisak bukan hanya milik umat Buddha. Nilai-nilai seperti cinta kasih tanpa syarat, kedamaian batin, dan kebijaksanaan adalah pesan universal. Perayaan ini mengingatkan kita semua bahwa dunia yang damai dimulai dari individu yang damai.

Di tengah riuhnya kehidupan, Waisak hadir sebagai pelita: sunyi, namun menerangi. Di Borobudur, lentera-lentera itu tidak sekadar terbang ke langit. Mereka membawa doa kita semua, agar dunia ini menemukan kembali makna kedamaian yang hakiki.
(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *