Pemerintah Rencanakan Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan Rp7,6 Triliun

Pemerintah Rencanakan Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan Rp7,6 Triliun

Pemerintah Rencanakan Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan Rp7,6 Triliun
Foto Net: ilustrasi BPJS Kesehatan

Jakarta, JADIKABAR.COM – Pemerintah tengah menggodok kebijakan pemutihan atau penghapusan tunggakan iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan yang nilainya mencapai Rp7,6 triliun. Kebijakan ini menjadi sorotan publik karena berpotensi memberikan harapan baru bagi jutaan peserta mandiri yang selama ini tidak aktif akibat menunggak iuran.

Rencana tersebut pertama kali disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi. Ia menyebut pemerintah masih melakukan verifikasi data sebelum mengambil keputusan final terkait pemutihan ini.

“Sedang dipelajari dulu, dihitung dulu. Ada rencana seperti itu, tapi mohon waktu karena itu kan pasti harus dihitung. Datanya juga harus diverifikasi, kemudian angka nominalnya juga harus dipertimbangkan,” ujar Prasetyo, Kamis (9/10).

Sementara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengonfirmasi bahwa total tunggakan iuran peserta JKN hingga saat ini mencapai Rp7,691 triliun. Nilai tersebut berasal dari peserta mandiri yang tidak membayar iuran dalam periode panjang sejak 2019.

“Tunggakan yang rencana pemutihan sekitar Rp7,691 triliun,” kata Ghufron, Senin (13/10).

Kondisi tunggakan ini berawal dari kenaikan iuran BPJS Kesehatan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020, yang diterbitkan di tengah pandemi Covid-19.
Dalam kebijakan tersebut, iuran peserta kelas 1 naik dari Rp80 ribu menjadi Rp150 ribu, kelas 2 dari Rp51 ribu menjadi Rp100 ribu, serta kelas 3 dari Rp23 ribu menjadi Rp42 ribu, dengan subsidi pemerintah sebesar Rp7 ribu.

Kenaikan di masa sulit itu membuat banyak peserta mandiri tidak mampu melanjutkan pembayaran, terutama dari kelompok ekonomi menengah ke bawah. Akibatnya, jutaan peserta mandiri kehilangan akses layanan kesehatan karena status kepesertaannya nonaktif.

Kebijakan pemutihan tunggakan ini mendapat sambutan positif dari berbagai pihak. Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, menyebut langkah tersebut sebagai kebijakan progresif yang berpihak pada rakyat kecil.

“Kami sangat menyambut baik kebijakan pemerintah untuk menghapus tunggakan iuran BPJS Kesehatan. Ini memberi harapan bagi peserta mandiri kelas 3, kelas 2, hingga kelas 1 yang selama ini tersandera tunggakan agar bisa kembali menjadi peserta aktif,” ujar Timboel.

Ia menjelaskan bahwa penyebab tunggakan peserta mandiri umumnya terbagi dua: kemampuan ekonomi (ability to pay) yang lemah, dan keengganan membayar (willingness to pay) akibat kekecewaan terhadap layanan.

Namun menurutnya, langkah pemutihan ini justru membawa dampak positif dalam jangka panjang. Peserta yang sebelumnya tidak aktif bisa kembali membayar iuran rutin, sehingga memperkuat arus kas BPJS Kesehatan dan menjaga prinsip gotong royong sosial dalam sistem JKN.

“Ketika tunggakan dihapus, maka pembayaran iuran berikutnya menjadi pendapatan riil bagi BPJS. Ini bisa menghidupkan kembali sistem iuran dan memperluas kepesertaan,” tambahnya.

Selain mengembalikan hak konstitusional masyarakat atas layanan kesehatan, pemutihan ini juga dapat membantu memperbaiki neraca keuangan BPJS Kesehatan secara berkelanjutan. Namun, pemerintah tetap harus berhati-hati dalam menerapkannya agar tidak menimbulkan moral hazard atau persepsi bahwa tunggakan selalu bisa dihapus.

Pakar ekonomi kesehatan menilai, kebijakan ini sebaiknya dibarengi dengan sistem pengawasan dan literasi publik agar peserta tetap disiplin membayar iuran setelah pemutihan dilakukan.

Pemerintah berjanji akan menyampaikan keputusan resmi setelah verifikasi data selesai dan mekanisme teknis ditetapkan. Jika disetujui, kebijakan pemutihan ini dapat menjadi tonggak penting dalam memperluas akses layanan kesehatan bagi masyarakat Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *