Berita  

Pemkot Batu Gelar Rakor Penanganan Sound System, Antara Ketertiban Publik dan Ruang Ekspresi Budaya

redaksi
Wakil Wali Kota Batu Heli Suyanto memimpin Rakor penanganan sound system di Balai Kota Among Tani.

Batu, JADIKABAR.COM –  Suara musik dan gegap gempita perayaan masyarakat adalah denyut kehidupan Kota Batu. Namun, agar harmoni itu tak berubah menjadi kebisingan yang mengganggu, Pemerintah Kota Batu bersama jajaran Forkopimda dan berbagai pemangku kepentingan menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Penanganan Sound System di Ruang Rapat Utama, Balai Kota Among Tani, Senin (25/8).

Rakor ini menjadi ruang musyawarah penting untuk menemukan titik keseimbangan: menjaga ketertiban umum dan kenyamanan warga, sekaligus merawat ruang ekspresi budaya yang telah lama hidup di tengah masyarakat.

Rakor dipimpin langsung oleh Wakil Wali Kota Batu, Heli Suyanto, bersama Kapolres Batu AKBP Andi Yudha Pranata, perwakilan Kodim 0818 Kab. Malang-Batu, Kejaksaan Negeri Kota Batu, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dewan Kesenian, serta para camat, lurah, dan kepala desa se-Kota Batu.

Dalam forum tersebut, Heli Suyanto menegaskan bahwa penertiban sound system bukanlah bentuk pelarangan aktivitas masyarakat.

“Pemkot Batu hadir sebagai penengah. Kegiatan masyarakat tetap boleh berlangsung, tetapi harus ada aturan main yang jelas dan disepakati bersama,” ujarnya.

Beberapa poin penting yang tengah dimatangkan antara lain:

  • Batas kebisingan, maksimal 120 dB untuk konser/pertunjukan musik, dan 80–85 dB untuk pawai atau karnaval.
  • Perangkat sound system, maksimal 5–6 subwoofer dengan kendaraan pengangkut setara L300, wajib lolos uji KIR.
  • Pembatasan waktu, kegiatan hanya diperbolehkan hingga pukul 22.00 WIB tanpa tambahan jam.
  • Larangan tegas eksploitasi anak-anak, pornografi, narkoba, miras, hingga saweran yang merendahkan martabat.
  • Tanggung jawab panitia, wajib menyiapkan personel keamanan serta mengurus izin keramaian di Polres Batu dengan surat pernyataan bermaterai.

Dewan Kesenian mengingatkan agar aturan tidak “membungkam” tradisi, seperti bantengan maupun gamelan. MUI Kota Batu menekankan pentingnya regulasi berbasis kearifan lokal agar kegiatan tetap sesuai koridor moral dan etika.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Wali Kota menegaskan bahwa penyusunan Surat Edaran Wali Kota akan mengakomodasi kegiatan adat seperti selamatan desa atau karnaval budaya.

“Kegiatan budaya yang melibatkan massa harus dipetakan dan dimasukkan dalam kalender pariwisata Kota Batu. Dengan begitu, aturan tidak hanya menertibkan, tetapi juga memberi arah bagi pengembangan wisata budaya,” ungkapnya.

Heli Suyanto menambahkan, regulasi ini sejatinya bukan sekadar pagar pembatas, melainkan arah baru bagi seni, budaya, dan pariwisata. “Kami mendukung kegiatan seni dan budaya tetap berjalan. Justru dengan aturan yang tertib, kegiatan itu akan semakin terarah, memberi kenyamanan, serta memperkuat citra Batu sebagai kota wisata yang ramah dan berbudaya,” tandasnya.

Sebagai tindak lanjut, Rakor menyepakati pembentukan tim kecil yang akan merumuskan finalisasi Surat Edaran Wali Kota. Aturan tersebut diharapkan menjadi pegangan bersama bagi pemerintah, aparat keamanan, penyelenggara, dan masyarakat.

Dengan regulasi yang jelas, Pemkot Batu berharap denyut perayaan rakyat tetap hidup, budaya tetap bernyanyi, tetapi dalam harmoni tidak memekakkan telinga, melainkan menyejukkan ruang publik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *