JAKARTA, JADIKABAR.COM – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan peringatan dini cuaca ekstrem yang diperkirakan terjadi pada 11–13 September 2025. Peringatan ini berkaitan dengan potensi hujan berintensitas sedang hingga sangat lebat yang bisa menimbulkan genangan hingga banjir di sejumlah wilayah ibu kota.
Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta, Isnawa Adji, mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan menghadapi perubahan cuaca tersebut. Menurutnya, seluruh warga perlu mengambil langkah preventif sederhana, seperti membersihkan saluran air di sekitar rumah, memastikan pompa air dalam kondisi baik, dan tidak membuang sampah sembarangan.
“Kami mengingatkan seluruh warga agar berhati-hati terhadap dampak cuaca ekstrem. Pastikan saluran air di sekitar rumah tidak tersumbat dan tetap ikuti informasi resmi dari pemerintah,” ungkap Isnawa, Kamis (11/9).
Jakarta dikenal sebagai kota yang rawan banjir akibat letak geografisnya yang sebagian wilayah berada di bawah permukaan laut serta dilalui 13 sungai besar, termasuk Sungai Ciliwung. Ketika intensitas hujan meningkat, apalagi jika bersamaan dengan kiriman air dari Bogor dan Depok, risiko banjir di Jakarta semakin tinggi.
Dalam beberapa tahun terakhir, banjir besar kerap terjadi di awal dan akhir musim hujan. Data dari BPBD DKI mencatat, pada Januari 2020, banjir melanda lebih dari 300 titik di Jakarta, mengakibatkan ribuan warga mengungsi dan kerugian materi mencapai triliunan rupiah. Pengalaman inilah yang membuat peringatan dini selalu menjadi perhatian serius, baik bagi pemerintah maupun masyarakat.
Isnawa Adji menegaskan, hujan lebat kali ini berpotensi menimbulkan dampak yang sama apabila kesiapsiagaan masyarakat rendah. “Kesiapan warga sangat penting. Pemerintah memang menyiapkan infrastruktur pengendali banjir, tetapi partisipasi masyarakat dalam menjaga lingkungan menjadi faktor penentu,” jelasnya.
Sebagai upaya memperkuat komunikasi kebencanaan, BPBD DKI Jakarta menyediakan sejumlah kanal digital. Masyarakat dapat mengakses informasi real-time melalui situs Pantau Banjir di pantaubanjir.jakarta.go.id, yang menampilkan peta wilayah rawan, kondisi terkini, hingga status pintu air di beberapa lokasi strategis.
Selain itu, data ketinggian muka air di pintu-pintu pengendali juga bisa dipantau melalui bpbd.jakarta.go.id/waterlevel. Sementara itu, aplikasi JAKI (Jakarta Kini) memungkinkan warga untuk melaporkan potensi genangan, kejadian darurat, maupun hambatan di sekitar lingkungan mereka secara cepat.
“Dalam situasi darurat, warga dapat segera menghubungi Jakarta Siaga 112. Call center ini beroperasi 24 jam dengan dukungan berbagai unit, mulai dari BPBD, Dinas Kesehatan, hingga Damkar,” tambah Isnawa.
Pemprov DKI Jakarta sejauh ini telah menyiapkan berbagai langkah mitigasi untuk mengurangi risiko banjir. Beberapa di antaranya adalah pembangunan waduk retensi, pengerukan sungai dan saluran, pemasangan pompa air, serta program naturalisasi sungai.
Program normalisasi dan naturalisasi sungai menjadi salah satu yang strategis, karena bertujuan meningkatkan kapasitas daya tampung sungai sekaligus memperbaiki kualitas lingkungan. Di sisi lain, pengerjaan tanggul laut raksasa atau National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) juga terus dikebut untuk melindungi pesisir utara Jakarta dari ancaman rob dan banjir akibat pasang laut.
“Namun infrastruktur saja tidak cukup. Perilaku masyarakat juga harus mendukung. Jangan sampai sungai dan saluran yang sudah dibersihkan kembali tersumbat oleh sampah rumah tangga,” ujar Isnawa.
Pengalaman bertahun-tahun menghadapi banjir membuat warga Jakarta memiliki cara sendiri dalam beradaptasi. Sebagian menyiapkan perahu karet atau rakit sederhana, sebagian lain menaruh barang-barang penting di tempat tinggi. Namun, BPBD mengingatkan agar kesadaran itu tidak hanya muncul ketika banjir sudah terjadi, melainkan jauh sebelum hujan deras turun.
Isnawa mencontohkan, membersihkan selokan di lingkungan RT/RW, membuat lubang biopori, atau menanam pohon di pekarangan rumah adalah langkah kecil yang berdampak besar. Selain itu, warga juga perlu memiliki tas siaga bencana yang berisi dokumen penting, pakaian, obat-obatan, dan peralatan darurat lain yang mudah dijangkau ketika evakuasi diperlukan.
“Kalau setiap keluarga menyiapkan tas siaga, evakuasi akan lebih cepat dan aman. Jangan tunggu sampai genangan naik baru menyiapkan semuanya,” pesannya.
Banjir di Jakarta tidak hanya dipicu oleh faktor lokal, tetapi juga terkait dengan fenomena global seperti perubahan iklim. Intensitas hujan yang semakin sulit diprediksi, cuaca ekstrem, hingga naiknya permukaan air laut turut memperparah kerentanan ibu kota.
Laporan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan bahwa pola hujan di Indonesia, termasuk Jakarta, semakin dipengaruhi oleh fenomena El Nino dan La Nina. Ketidakpastian iklim ini menuntut kesiapsiagaan yang lebih baik, bukan hanya dari pemerintah, tetapi juga seluruh lapisan masyarakat.
Menghadapi potensi hujan lebat pada 11–13 September 2025, BPBD berharap masyarakat tidak panik, tetapi tetap siaga. Isnawa Adji menegaskan bahwa peringatan dini yang dikeluarkan bukan untuk menakut-nakuti, melainkan untuk meminimalisasi risiko.
“Banjir bisa terjadi, tetapi dampaknya bisa ditekan jika semua pihak bergerak bersama. Pemerintah daerah, aparat keamanan, relawan, hingga warga di tingkat RT/RW harus berkoordinasi,” katanya.
BPBD juga menggandeng berbagai organisasi masyarakat dan komunitas relawan untuk memperkuat jaringan tanggap darurat di lapangan. Relawan akan dilibatkan dalam evakuasi, distribusi logistik, hingga penyuluhan kepada warga tentang langkah-langkah keselamatan saat hujan deras berlangsung.
Peringatan dini cuaca ekstrem yang dikeluarkan BPBD DKI Jakarta menjadi alarm penting bagi seluruh warga ibu kota. Dengan potensi hujan sedang hingga sangat lebat pada 11–13 September 2025, masyarakat diminta untuk meningkatkan kewaspadaan, memperhatikan kebersihan lingkungan, dan memanfaatkan kanal informasi resmi pemerintah.
Kesiapsiagaan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan juga kewajiban bersama. Semakin cepat masyarakat merespons, semakin kecil pula risiko banjir dan kerugian yang ditimbulkan. Dengan sinergi antara pemerintah, relawan, dan warga, Jakarta diharapkan mampu menghadapi tantangan cuaca ekstrem dengan lebih tangguh.