Malang, JADIKABAR.COM – Tiga tahun berlalu sejak Tragedi Kanjuruhan, luka keluarga korban masih terasa. Bagi mereka, tragedi yang merenggut 135 nyawa pada 1 Oktober 2022 bukan sekadar kelalaian, melainkan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia (HAM).
Kuasa hukum keluarga korban menegaskan bahwa langkah hukum selama ini masih jauh dari harapan. Pasal 359 KUHP yang digunakan dalam proses awal dinilai tidak sebanding dengan skala tragedi. Karena itu, Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan mendesak agar kasus ini diungkap kembali dan ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat.
“Tragedi sebesar ini tidak boleh hanya dilihat sebagai kelalaian. Ada penggunaan kekuatan berlebihan, termasuk gas air mata kedaluwarsa yang ditembakkan ke arah tribun penuh penonton. Ini jelas bentuk pelanggaran serius. Komnas HAM wajib menegaskan Kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM berat,” tegas Misbahul Munir, S.H., Kuasa Hukum Keluarga Korban.
Ia menambahkan, langkah DPR RI dan Mabes Polri juga harus lebih berani. “Kasus ini bukan sekadar agenda politik sesaat. Ratusan nyawa hilang, dan itu menuntut keadilan yang setimpal.”
Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, pelanggaran HAM berat mencakup kejahatan kemanusiaan seperti pembunuhan massal, penyiksaan, dan tindakan yang dilakukan secara sistematis terhadap warga sipil. Bagi keluarga korban, Kanjuruhan masuk dalam kategori itu: korban berjumlah besar, tindakan represif dilakukan aparat, serta dampak yang ditimbulkan meluas.
“Kalau Komnas HAM tidak berani menetapkannya sebagai pelanggaran HAM berat, maka luka keluarga korban tidak akan pernah mendapat pengakuan yang semestinya,” lanjut Tatak, salah satu anggota Tim Advokasi.
Dalam peringatan tiga tahun tragedi, keluarga korban kembali menegaskan tiga poin utama:
-
Pengungkapan ulang kasus dengan pasal yang lebih berat, yakni Pasal 338 atau 340 KUHP.
-
Penetapan Tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM berat oleh Komnas HAM.
-
Desakan kepada DPR RI dan pemerintah pusat agar serius menindaklanjuti rekomendasi TGIPF (Tim Gabungan Independen Pencari Fakta).
Tragedi Kanjuruhan telah menjadi catatan kelam sejarah sepak bola Indonesia. Lebih dari sekadar peristiwa olahraga, tragedi ini menyisakan luka kolektif bagi bangsa. Penegakan hukum yang tuntas dianggap sebagai jalan utama untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap negara.
“Keadilan bagi Kanjuruhan bukan hanya soal menghukum pelaku, tetapi juga soal keberanian mengakui bahwa negara gagal melindungi warganya,” pungkas Munir.