Berita  

LSM Trinusa Dampingi Warga Serdang Bedagai Atasi Surat Tanah Tumpang Tindih

Avatar photo
LSM Trinusa Dampingi Warga Serdang Bedagai Atasi Surat Tanah Tumpang Tindih
Ketua Investigasi LSM Trinusa Serdang Bedagai Subur bersama warga Desa Kota Galuh saat mendatangi Kantor Camat Perbaungan, Rabu (5/11/2025).

Serdang Bedagai, JadiKabar.com – Kasus tumpang tindih surat tanah kembali mencuat di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Seorang warga Desa Kota Galuh, Kecamatan Perbaungan, mengadukan persoalan kepemilikan lahan yang disebut memiliki dua surat berbeda, meski berada di lokasi yang sama.

Permasalahan ini kini tengah mendapatkan perhatian dari LSM Trinusa Serdang Bedagai (Sergai) yang turun langsung untuk membantu warga mencari keadilan dan kejelasan hukum atas status lahan tersebut.

Kasus ini bermula dari laporan seorang warga bernama Nurlain, yang mengaku sudah menempati sebidang tanah di Desa Kota Galuh sejak puluhan tahun lalu. Namun, pada tahun 2008, ia mendapati bahwa lahan yang ditempatinya ternyata telah diterbitkan kembali dengan Surat Keputusan (SK) Camat, dan tercantum atas nama orang lain.

“Saya sudah tinggal di tanah ini sejak lama. Tapi belakangan saya dengar, tanah ini sudah ada surat baru atas nama orang lain. Jujur, saya tidak bisa tidur memikirkannya,” ujar Nurlain dengan nada sedih saat ditemui di kediamannya, Rabu (5/11/2025).

Nurlain khawatir jika permasalahan ini dibiarkan, maka setelah dirinya tiada, ahli warisnya akan kehilangan hak atas tanah tersebut.

Menanggapi laporan warga, Ketua LSM Trinusa Serdang Bedagai, Awi Saragih, segera menugaskan tim investigasi untuk menelusuri kebenaran kasus ini. Ia menegaskan, pihaknya akan mendampingi masyarakat secara hukum dan administratif agar hak warga tidak terabaikan.

“Kami dari Trinusa akan membantu menelusuri dokumen dan proses penerbitan surat tersebut. Kalau ada kejanggalan, kami dorong penyelesaian melalui jalur resmi,” ujar Awi Saragih.

Tim investigasi yang dipimpin Subur, Ketua Investigasi LSM Trinusa, bersama awak media, kemudian mendatangi Kantor Camat Perbaungan guna meminta klarifikasi terkait dugaan tumpang tindih surat tanah tersebut.

Saat ditemui, pihak Kecamatan melalui Kasi Pemerintahan (Kasipem) menyampaikan bahwa dirinya belum menjabat pada saat SK Camat tersebut diterbitkan pada tahun 2008. Ia pun mengaku perlu waktu untuk mempelajari dokumen-dokumen lama agar bisa memastikan duduk perkara yang sebenarnya.

“Itu bukan masa saya menjabat, Pak. Jadi saya belum tahu pasti apakah benar satu lahan dengan yang di surat. Nanti kami pelajari dulu,” ujar Kasipem Agusman kepada tim LSM Trinusa.

Untuk memastikan kebenaran data, Kasipem juga menghubungi salah satu Kaur Desa Kota Galuh agar hadir ke kantor camat dan ikut menelusuri asal-usul surat tersebut.

Dari hasil koordinasi sementara, pihak desa menyatakan masih akan memeriksa berkas-berkas yang ada. Bila ditemukan indikasi kesalahan administrasi, mereka berencana memanggil kedua belah pihak untuk dilakukan mediasi.

“Kalau nanti benar ada dua surat di lahan yang sama, kami dari desa akan memanggil pihak-pihak terkait untuk mencari jalan damai,” jelas perwakilan desa.

Namun, jika permasalahan tidak dapat diselesaikan melalui musyawarah, Kasipem Kecamatan Perbaungan menyarankan agar persoalan tersebut dibawa ke jalur hukum agar memperoleh kepastian yang sah secara administrasi.

“Kalau tidak bisa diselesaikan secara musyawarah, silakan lapor ke pihak berwajib atau ajukan ke pengadilan untuk pembatalan surat SK Camat,” kata Agusman.

Kasus tumpang tindih sertifikat atau surat tanah bukan hal baru di berbagai daerah di Indonesia. Menurut data Kementerian ATR/BPN, permasalahan semacam ini sering terjadi akibat duplikasi penerbitan surat keterangan tanah di tingkat desa atau kecamatan, terutama sebelum adanya sistem pertanahan digital yang terintegrasi.

Pemerintah kini terus mendorong program sertifikasi elektronik serta pendataan ulang aset masyarakat, untuk mencegah kasus serupa di masa mendatang.

Ketua Investigasi LSM Trinusa, Subur, berharap agar pemerintah daerah dan instansi terkait bisa segera menuntaskan persoalan ini tanpa merugikan masyarakat kecil.

“Kita ingin ada keadilan. Jangan sampai warga yang sudah puluhan tahun tinggal di tanah itu justru kehilangan haknya hanya karena tumpang tindih administrasi,” tegasnya.

Masyarakat pun berharap kasus ini bisa menjadi pelajaran penting agar semua pihak, baik pemerintah desa maupun kecamatan, lebih teliti dan transparan dalam setiap penerbitan dokumen pertanahan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *