JadiKabar.com – Cuaca panas ekstrem melanda sejumlah wilayah di Jawa Timur dalam beberapa pekan terakhir. Suhu udara siang hari tercatat menembus 36 hingga 36,9 derajat Celcius, membuat banyak warga mengeluh kepanasan bahkan sulit beraktivitas di luar ruangan.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa fenomena ini bukan gelombang panas seperti yang terjadi di luar negeri, melainkan dampak dari posisi semu matahari yang sedang berada di atas wilayah Indonesia. Akibatnya, radiasi sinar matahari datang lebih tegak dan suhu permukaan meningkat tajam.
“Kondisi ini terjadi karena pergerakan semu matahari, tutupan awan yang menipis, dan udara yang relatif kering. Panas terasa menyengat karena langit cenderung cerah,” jelas Kepala Stasiun Klimatologi Karangploso Malang, Teguh Tri Susanto.
Data BMKG menunjukkan beberapa daerah di Jawa Timur menjadi titik dengan suhu tertinggi, antara lain Kediri, Jombang, Lamongan, Mojokerto, dan Surabaya. Rata-rata suhu siang hari di wilayah ini mencapai 35–36,9°C, sementara pada malam hari masih bertahan di kisaran 28°C.
Di Kota Kediri, warga memilih menunda pekerjaan lapangan hingga sore hari. Sementara di Surabaya, penjual makanan di pinggir jalan mengeluhkan dagangannya cepat basi akibat suhu yang terlalu tinggi.
“Biasanya jam 10 pagi masih enak, sekarang baru buka warung sudah gerah luar biasa. Air minum pun cepat hangat,” keluh Rina (42), pedagang nasi pecel di kawasan Wonokromo, Surabaya.
Panas ekstrem tak hanya mengganggu kenyamanan. Di wilayah pertanian, petani mengaku kesulitan menjaga kelembapan tanah. Beberapa ternak juga mengalami penurunan nafsu makan. BPBD Jawa Timur mengingatkan potensi kebakaran lahan dan hutan akibat udara kering semakin meningkat.
Pemerintah daerah kini mulai mengeluarkan imbauan agar masyarakat memperbanyak minum air putih untuk mencegah dehidrasi,mengurangi aktivitas fisik berat di luar ruangan saat tengah hari, menggunakan pelindung diri seperti topi, payung, atau tabir surya, tidak membakar sampah sembarangan karena risiko percikan api tinggi.
BMKG memperkirakan suhu tinggi ini masih akan terasa hingga akhir Oktober 2025, sebelum akhirnya berangsur turun seiring datangnya musim hujan pada awal November.
“Kondisi panas ini bersifat musiman dan masih dalam batas normal iklim di wilayah tropis. Namun masyarakat tetap perlu waspada terhadap paparan sinar matahari berlebih,” tambah Teguh.
Fenomena ini menjadi pengingat bahwa perubahan iklim global bukan sekadar teori di layar berita, melainkan terasa nyata di kulit. Saat bumi memanas, Jawa Timur pun ikut menanggungnya.
Dari petani yang menunggu hujan, hingga warga kota yang mencari bayangan di bawah pohon, semua sama-sama menunggu kesejukan datang kembali.












