MALANG, jadikabar.com — Semangat Hari Sumpah Pemuda 2025 bergema kuat di Gedung Kesenian Gajayana, Senin–Selasa (27–28 Oktober 2025).
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Malang menghadirkan Gema Pemuda Nusantara, sebuah perayaan budaya yang merangkul kreativitas generasi muda dari berbagai penjuru Indonesia.
Dengan mengusung tema “Merajut Kebhinekaan & Menjaga Warisan Budaya di Era Digital untuk Indonesia yang Berdaulat”, acara ini menghadirkan rangkaian kegiatan yang dekat dengan dunia pemuda, mulai dari pentas seni budaya, lapak baca, diskusi kebudayaan, hingga Malam Apresiasi Kader.
Ketua Umum HMI Cabang Malang, Mirdan Idham, menegaskan bahwa HMI tidak hanya berdiri sebagai organisasi intelektual namun juga menjadi penjaga nilai budaya di tengah derasnya arus digitalisasi.
“Pentas seni budaya ini adalah bentuk nyata semangat kita dalam merawat kebhinekaan sekaligus memperkuat identitas bangsa. Kami ingin menunjukkan bahwa HMI juga menjadi penjaga nilai budaya dan kebangsaan,” ujarnya saat pembukaan acara.
Di hari pertama saatnya keunikan budaya Nusantara unjuk gigi. Mulai dari Tari Gambyong Pareanom Surakarta, Basai Ate dari Sumbawa, Tari Topeng Bapang Malang dari Kampung Budaya Polowijen, hingga teater Lafran Pane karya LSMI HMI Cabang Malang.
Tak kalah memikat, penampilan Tari Lita’ Mandar (Sulbar), Samrah (Maluku), Pencak Silat Pamur, Angklung, hingga Tari Jejer Jaran Dawuk Banyuwangi turut menyulut tepuk tangan para penonton muda.
Ketua Bidang Kebudayaan dan Pariwisata HMI Cabang Malang, Rajis Wardi, mengingatkan bahwa pemuda punya tanggung jawab besar dalam menjaga jati diri bangsa.
“Kita hidup di zaman serba cepat. Melalui acara ini, kami ingin menghadirkan ruang ekspresi kreatif yang tetap berpijak pada akar tradisi, namun relevan dengan generasi masa kini. Budaya itu perekat, bukan pembeda,” tegasnya.
Ruang Ide Pemuda menjadi acara utama dihari kedua. Diskusi Kebudayaan untuk membuka wawasan tentang masa depan dan nilai tradisi. Setelah itu, panggung kembali hidup dengan ragam tarian dari berbagai daerah seperti Muang Sangkal (Madura), Burung Tingang (Kalteng), Lamaholot (NTT), Lalayon (Maluku Utara), Lesung (Kalbar), hingga Rampak Barong dan penutupan oleh pertunjukan Wonderland.
Acara ini pun tidak luput dari pandangan budayawan kota malang, mereka sangat mengapresiasi acara ini. Salah satunya yang hadir dalam acara ini yaitu Budayawan sekaligus Tim Ahli Cagar Budaya Kota Malang, Ki Demang (Isa Wahyudi) menyebut kegiatan ini sebagai “oase yang menyejukkan” di tengah derasnya tantangan global.
Ia mengingatkan bahwa Malang merupakan salah satu titik awal peradaban Nusantara, mulai dari Kanjuruhan, Singhasari, hingga kejayaan Majapahit.
“Mahasiswa dari berbagai daerah yang tinggal di Malang memiliki kesempatan besar saling bertukar budaya. HMI dapat menjadi lokomotifnya,” pesannya.
Pentas budaya ini bukan hanya selebrasi. Ia menjadi panggilan bagi generasi muda untuk terus merawat Indonesia, bukan hanya dalam kata, tapi lewat karya dan ekspresi nyata.
Selama kreativitas tetap berakar pada nilai budaya, jati diri bangsa akan terus kokoh. Dan selama pemuda masih berdialog lewat seni, Indonesia akan tetap berdaulat dalam keberagamannya.












