Sidoarjo, JadiKabar.com – Di tengah derasnya arus modernisasi dan gaya hidup serba cepat, busana adat Jawa jarang terlihat dalam keseharian. Namun, Kopi Sekutha, usaha kopi keliling di Sidoarjo, menghadirkan nuansa berbeda dengan barista yang mengenakan pakaian adat Jawa seperti surjan dan blangkon saat menyajikan kopi.
Pendiri Kopi Sekutha, Bunga, mengatakan ide tersebut muncul dari keprihatinan terhadap budaya lokal yang mulai jarang terlihat di ruang publik. “Pakaian adat Jawa kini lebih sering digunakan hanya saat acara pernikahan atau seremoni tertentu. Kami ingin menghadirkan identitas budaya dalam keseharian masyarakat melalui kopi,” ujarnya saat ditemui di kawasan pusat Kota Sidoarjo, Senin (4/8).
Mengusung slogan “Sekutha Ngopi Dimana Saja”, Kopi Sekutha mengandalkan sepeda listrik dan gerobak yang berpindah-pindah ke berbagai lokasi strategis seperti kawasan perkantoran, sekolah, taman kota, dan area publik lainnya di Sidoarjo maupun Surabaya. Jam operasional dimulai pukul 07.00 hingga 17.00 WIB setiap hari, sehingga memudahkan konsumen menikmati kopi tanpa harus mencari kedai permanen.
Menu yang ditawarkan pun beragam dan ramah di kantong, mulai dari kopi susu, kopi gula aren, kopi karamel, es coklat, hingga Americano dengan harga mulai Rp8.000. Konsep unik ini membuat Kopi Sekutha menjadi sorotan, tidak hanya karena cita rasa kopi, tetapi juga nilai budaya yang dihadirkan.
Tak hanya menjual minuman, Kopi Sekutha membawa pesan bahwa kopi adalah media untuk menghidupkan kembali identitas budaya Jawa. Barista mengenakan pakaian adat dan menyapa pelanggan menggunakan bahasa Jawa halus, menciptakan interaksi yang hangat serta pengalaman berbeda dari coffee shop konvensional.
“Kami ingin orang teringat akan budaya kita. Jawa memiliki kekayaan nilai dan estetika. Dengan barista berbusana adat dan sapaan khas, kami ingin memberikan pengalaman ngopi yang penuh makna,” tambah Bunga.
Tradisi minum kopi sendiri bukan hal baru bagi masyarakat Jawa. Sejak era kolonial Belanda, Jawa dikenal sebagai pusat budidaya kopi arabika sehingga istilah “Java Coffee” mendunia hingga kini. Selain itu, budaya “cangkrukan” atau duduk santai sambil minum kopi telah menjadi bagian dari kehidupan sosial masyarakat Jawa yang egaliter. Konsep Kopi Sekutha menjadi bentuk adaptasi modern atas tradisi lama tersebut.
Respon positif datang dari konsumen. Salah satu pelanggan, Irfan, mengaku tertarik dengan konsep unik ini. “Lucu, mas-mas Jawa jual kopi keliling pakai baju adat. Tapi ternyata rasa kopinya juga enak, tidak kalah dengan café,” katanya sambil tersenyum. Menurutnya, Kopi Sekutha tidak hanya menarik secara visual, tetapi juga menyentuh sisi emosional karena membawa nilai budaya yang jarang ditemui.
Bunga berharap usahanya mampu menginspirasi anak muda untuk bangga terhadap budaya lokal. “Kami ingin jadi pengingat bahwa kita orang Jawa dan punya warisan budaya yang kaya. Lewat kopi, kami ingin orang merasa dekat dengan akar budaya sendiri dan bangga terhadapnya,” pungkasnya.