JadiKabar.Com – Tidak ada legenda atau cerita rakyat yang spesifik mengenai asal mula Kota Serbelawan seperti halnya kota-kota kuno yang dibangun berdasarkan kisah-kisah heroik atau mitologi. Sejarah Serbelawan lebih terkait erat dengan perkembangan infrastruktur dan perkebunan di masa kolonial Belanda, terutama di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.
Pada dasarnya, Serbelawan dulunya hanyalah wilayah hutan atau lahan kosong. Pertumbuhannya menjadi sebuah kota modern sangat dipengaruhi oleh dua faktor utama di era kolonial Belanda: Pembangunan Jalur Kereta Api (1880-an): Peran kunci dalam pembentukan Serbelawan adalah pembangunan jalur kereta api oleh Deli Spoorweg Maatschappij (DSM). Jalur ini dibangun untuk mengangkut hasil perkebunan, terutama Karet, teh dan kelapa sawit, dari pedalaman Simalungun ke Pelabuhan Belawan di Medan untuk diekspor. Serbelawan menjadi salah satu stasiun kereta api penting di jalur tersebut. Keberadaan stasiun ini otomatis menarik pekerja, pedagang, dan berbagai aktivitas ekonomi lainnya. Di sekitar stasiun inilah kemudian muncul pemukiman dan fasilitas pendukung.
Perkembangan Perkebunan di Kabupaten Simalungun, termasuk wilayah di sekitar Serbelawan, adalah salah satu sentra perkebunan besar yang dikelola oleh perusahaan-perusahaan Belanda. Perkebunan kelapa sawit ( dahulu Nenas ) dan Karet sangat dominan di daerah ini. Pekerja perkebunan, baik lokal maupun pendatang, membutuhkan akses ke pasar, transportasi, dan fasilitas dasar, yang kemudian disediakan oleh Serbelawan sebagai kota persinggahan.
Asal-usul nama “Serbelawan” sendiri tidak memiliki cerita legenda yang dramatis. Kebanyakan ahli sejarah lokal dan masyarakat meyakini bahwa nama ini adalah gabungan dari dua kata: “Serdang”: Merujuk pada bekas wilayah Kesultanan Serdang yang dahulunya membentang hingga ke sebagian Simalungun. “Belawan”: Merujuk pada Pelabuhan Belawan di Medan, tujuan akhir dari hasil perkebunan yang diangkut melalui Serbelawan. Jadi, “Serbelawan” bisa diartikan sebagai “Serdang yang menuju ke Belawan” atau “jalur dari Serdang menuju Belawan.” Nama ini secara langsung menggambarkan fungsinya sebagai jalur transportasi dan penghubung.
Serbelawan, seperti halnya wilayah-wilayah lain di Simalungun, dulunya merupakan bagian dari kerajaan-kerajaan Simalungun yang dipimpin oleh raja-raja marga Sinaga, Saragih, Damanik, dan Purba. Salah satu tokoh penting dari marga Purba, yaitu Tuan Dolok Maranggir (Djintahala Purba), memiliki peran penting di Serbelawan dan dimakamkan di Kelurahan Serbelawan. Meskipun tidak disebut sebagai raja, keberadaan makamnya menunjukkan bahwa beliau adalah figur sentral di wilayah Serbelawan pada Zamannya.
Penyerahan tanah adat kepada perkebunan, khususnya untuk perkebunan karet dan Nanas (di ganti kemudian dengan sawit), terjadi secara besar-besaran pada masa kolonial Belanda. Proses ini melibatkan penguasa lokal (raja-raja atau datuk-datuk) yang menandatangani kontrak konsesi dengan pihak swasta atau pemerintah kolonial. Para penguasa ini diberikan imbalan, seperti uang dan kekuasaan, sebagai ganti atas tanah yang diserahkan. Praktik ini sering kali kontroversial karena tanah yang diserahkan merupakan tanah ulayat atau tanah adat yang seharusnya dimiliki bersama oleh masyarakat.
Tidak ada catatan yang menyebutkan nama raja yang secara langsung menyerahkan tanah Serbelawan ke pihak perkebunan. Namun, dapat dipastikan bahwa penyerahan ini dilakukan oleh penguasa lokal yang berinteraksi dengan pemerintah kolonial Belanda, mengikuti pola yang umum terjadi di seluruh wilayah Simalungun dan Deli.
Kini, Serbelawan telah berkembang menjadi kota Ibu Kota Kecamatan yang ramai, bernama resmi Kecamatan Dolok Batu Nanggar (Bukit yang memiliki batu-batu besar dan datar atau Bukit batu yang menyerupai papan/lantai ) di Kabupaten Simalungun ( Daerah yang sunyi dan dirindukan atau peninggalan yang dirindukan ). Ia tetap mempertahankan perannya sebagai pusat perdagangan dan persinggahan yang strategis, menghubungkan Pematang Siantar dengan Tebing Tinggi dan jalur menuju Medan. Awal mula berdirinya dahulu merupakan kota mandiri yang lengkap di mana Listrik ( dari PLTA Bahbolon ) dan Air ( PAM Titanadi ) di hasilkan sendiri. Kantor pemerintahan yang lengkap mempunyai1 Kantor Kewedanaan dan perumahannya, Kantor Pos, Rumah Potong Hewan, Kantor Polisi, Koramil, Rumah Ibadah, pemandian umum, Taman rekreasi dan Olah raga, Pasar tradisional, sekolah, dan fasilitas umum lainnya berkembang pesat di sana. Stasiun keretanya pun masih aktif hingga kini.
Serbelawan, sebagai kota persimpangan di Kabupaten Simalungun, Propinsi Sumatera Utara, memang tidak memiliki destinasi wisata ikonik seperti Danau Toba atau pesona alam seperti Berastagi. Namun, ia punya daya tarik dan nilai jual tersendiri yang seringkali tersembunyi bagi sebagian orang.
Horas Hubanta Haganupan.
Horas …Horas … Horas












