Surabaya, JADIKABAR.COM – Di balik julukan “Kota Pahlawan”, Surabaya menyimpan kisah penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Kota ini bukan hanya saksi perjuangan fisik melawan penjajah, tetapi juga menjadi tempat lahir dan tumbuhnya ide-ide besar tentang kemerdekaan. Tak terkecuali dalam membentuk karakter pemimpin besar bangsa, Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno.
Dalam momentum Bulan Bung Karno yang diperingati setiap Juni, sejarah keterikatan Soekarno dengan Kota Surabaya kembali menjadi sorotan. Menurut Prof. Dr. Purnawan Basundoro, sejarawan sekaligus Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, Soekarno muda banyak membentuk karakter perjuangannya di kota ini.
“Surabaya adalah dapurnya nasionalisme Indonesia. Bung Karno sendiri mengakui bahwa kota ini memiliki andil besar dalam membentuk jiwanya sebagai pemimpin rakyat,” ujar Prof. Purnawan, Jumat (13/6/2025).
Lahir pada 6 Juni 1901, Soekarno menjalani masa pendidikan formalnya di berbagai kota, namun Surabaya menjadi titik penting dalam perjalanan intelektual dan ideologinya. Di usia 15 tahun, ia kembali ke Surabaya dan menempuh pendidikan di Hogere Burgerschool (HBS). Di masa inilah ia tinggal di rumah H.O.S. Tjokroaminoto di Peneleh, tokoh pergerakan besar sekaligus mentor ideologis bagi banyak pemuda masa itu.
“Lingkungan di rumah Tjokroaminoto adalah laboratorium pemikiran,” ungkap Prof. Purnawan. “Soekarno berinteraksi langsung dengan berbagai tokoh seperti Semaun, Musso, dan Kartosoewirjo. Setiap malam diisi diskusi, menulis artikel, dan bertemu rakyat.”
Dari sinilah Soekarno mulai aktif menulis. Selama di Surabaya, ia mengaku telah menghasilkan sekitar 500 artikel yang tersebar di berbagai surat kabar pergerakan. Gagasan-gagasannya berkembang pesat, terutama melihat ketimpangan sosial yang terjadi di kota industri terbesar Hindia Belanda kala itu.
Cerita menarik lainnya diungkapkan oleh Prof. Purnawan, bahwa Soekarno sempat tidak naik kelas saat bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS) karena keterbatasan bahasa Belanda. Namun semangatnya tidak surut, bahkan ayahnya, Soekemi Sosrodiharjo, rela mengubah data usia agar Soekarno tak minder menghadapi anak-anak Belanda.
“Ini menunjukkan semangat pantang menyerah. Karakter melawan ketidakadilan dan membela harga diri sudah tumbuh sejak dini,” tegasnya.
Kawasan Peneleh saat ini menjadi lokasi penting untuk menelusuri jejak langkah Bung Karno. Ada Rumah Kelahiran Soekarno di Gang Pandean IV No. 40, serta rumah H.O.S. Tjokroaminoto tempat ia tinggal selama menempuh pendidikan di HBS.
Menurut pegiat sejarah Kuncarsono Prasetyo dari Komunitas Begandring Surabaya, Soekarno menyebut Surabaya sebagai “dapur nasionalisme Indonesia”. Hal itu termaktub dalam berbagai buku dan pidato sang Proklamator.
“Kota Surabaya memberi ruang bagi lahirnya kesadaran politik dan sosial Bung Karno. Kita sebagai Arek Suroboyo harus bangga,” ujarnya.
Sebagai bentuk penghormatan atas warisan sejarah tersebut, Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, telah meresmikan rumah kelahiran Soekarno di Jalan Pandean IV sebagai situs sejarah pada 6 Mei 2023. Ia menegaskan bahwa sejarah Bung Karno harus menjadi bagian dari identitas Arek Suroboyo.
“Bung Karno dan Surabaya adalah dua sisi mata uang. Tak bisa dipisahkan. Maka dari itu, sejarah beliau harus terus kita rawat dan tanamkan ke generasi muda,” ucap Eri.