Malang, Jadi kabar. Com– Di balik nama Ngajum yang kini dikenal sebagai salah satu desa di Kabupaten Malang, tersimpan sejarah panjang dan kaya makna. Desa ini berdiri berkat jerih payah empat tokoh pendiri atau bedah kerawang yang hingga kini tetap dikenang oleh masyarakat: Mbah Ageng, Mbah Sabar, Mbah Sidiq, dan Mbah Tejowati.
Nama “Ngajum” sendiri berasal dari kata nujum—yang berarti ahli nujum atau peramal masa depan. Nama ini merujuk pada keempat pendiri yang memiliki pandangan jauh ke depan dan peran besar dalam membentuk tatanan masyarakat Desa Ngajum yang kita kenal hari ini.
Mbah Ageng dikenal sebagai sosok pemimpin pertama yang karismatik dan berani membuka lahan permukiman. Mbah Sabar membawa keteduhan dengan kesabaran dan kebijaksanaannya. Mbah Sidiq menjadi teladan akan keteguhan dan kejujuran, sementara Mbah Tejowati dikenal sebagai figur welas asih yang dihormati karena kepeduliannya pada masyarakat.
Kini, lebih dari 4.000 warga yang tinggal di Desa Ngajum mewarisi semangat gotong royong dan nilai-nilai luhur yang ditanamkan oleh para pendiri desa tersebut. Untuk mengenang jasa mereka, sekaligus merayakan usia desa yang ke-149, masyarakat Ngajum siap menggelar pesta rakyat penuh tradisi pada Juni 2025 mendatang.
Perayaan Hari Jadi ke-149: Dua Hari Dua Malam Penuh Warna Budaya. Peringatan Hari Jadi ke-149 Desa Ngajum akan digelar meriah selama dua hari dua malam, dengan rangkaian acara yang tidak hanya menghibur, tetapi juga menggugah kembali kesadaran sejarah kolektif warga.
Menurut Kepala Desa Ngajum, Setyo Budi, perayaan tahun ini akan menjadi momen uri-uri budaya—yakni menjaga dan menghidupkan kembali nilai-nilai sejarah serta tradisi lokal.
“Kami ingin generasi muda tahu dan bangga akan asal-usul desanya. Empat pendiri desa ini bukan hanya nama, tetapi juga simbol karakter masyarakat Ngajum,” ujarnya pada Senin (19/5/2025).
Rangkaian acara akan dimulai pada 12 Juni 2025 dengan penampilan Niken Salindry, seniman jaranan dari kelompok Mayangkoro Original yang telah dikenal luas di Jawa Timur. Keesokan harinya, 13 Juni, panggung akan diisi dengan pertunjukan Tayub Campursari Pandu Budaya, kesenian asli Desa Ngajum yang menggambarkan harmoni antara gerak tari dan alunan gamelan. Sebagai penutup, malam harinya Ki Dalang Setyo Wahyudi akan membawakan lakon wayang kulit sarat filosofi, membawa penonton menyelami nilai-nilai kehidupan melalui kisah-kisah pewayangan.
Tak hanya menjadi ajang hiburan dan refleksi sejarah, perayaan ini juga menjadi ruang pemberdayaan ekonomi warga. Pemerintah desa telah menyiapkan area khusus bagi para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk memasarkan produk mereka.
“Kami ingin pesta rakyat ini menjadi berkah untuk semua. Bukan hanya hiburan, tapi juga kesempatan berbagi rezeki melalui UMKM warga,” terang Setyo Budi.
Keterlibatan warga dari seluruh dusun menjadi kunci kesuksesan acara ini. Musyawarah demi musyawarah telah dilakukan, menandai kuatnya semangat gotong royong dan kebersamaan yang tetap hidup sejak desa ini pertama kali berdiri.
Melalui perayaan Hari Jadi ke-149, masyarakat Desa Ngajum diajak untuk tidak hanya bersenang-senang, tetapi juga merenungi makna warisan yang ditinggalkan para pendiri. Di tengah arus zaman, Desa Ngajum tetap berdiri sebagai simbol kearifan lokal, kekeluargaan, dan tekad untuk terus maju tanpa melupakan akar sejarahnya.
Dengan persiapan yang matang dan partisipasi aktif warga, peringatan tahun ini diharapkan menjadi salah satu perayaan desa terbaik dalam sejarah Ngajum—meriah, tertib, dan penuh makna.