MALANG, JADIKABAR.COM – Suasana tempo doeloe menyelimuti Taman Krida Budaya Kota Malang selama sepekan penuh. Gelaran Malang Djadoel 2 yang diselenggarakan mulai 30 Juni hingga 6 Juli 2025, sukses menjadi magnet nostalgia bagi ribuan warga Malang Raya. Acara ini digelar dalam rangka memperingati HUT Kota Malang ke-111, Bulan Bung Karno, serta Hari Bhayangkara, dengan menonjolkan kekayaan sejarah, seni, dan budaya khas Malang tempo dulu.
Dengan mengusung konsep “Bernostalgia Sambil Menjaga Warisan Budaya”, berbagai kegiatan disiapkan untuk menyatukan kenangan masa lalu dengan semangat kebangsaan. Mulai dari pameran lukisan Bung Karno, melukis karikatur Jenderal Polisi Hoegeng, hingga film layar tancap jadul yang membawa penonton kembali ke era 60–an.
Tak hanya sekadar pameran, Malang Djadoel 2 menyuguhkan bantengan, kuda lumping, tari topeng Malangan, permainan tradisional, dan pencak silat, yang digelar setiap sore hingga malam hari. Deretan UMKM yang menjajakan jajanan jadul, bazar barang antik, hingga stand otomotif lawas memperkuat atmosfer nostalgia yang dirindukan masyarakat.
Salah satu pertunjukan yang menyita perhatian adalah penampilan Eddi Pramono, musisi tembang kenangan nasional yang membawakan lagu-lagu dari era 70-80an dengan iringan live band. Suaranya yang merdu dan membuai membuat penonton larut dalam suasana romantis masa lalu.
Sri, salah satu pelaku UMKM yang berpartisipasi dalam bazar Malang Djadoel 2, mengungkapkan rasa bangganya bisa turut ambil bagian dalam acara tersebut.
“Saya sangat bangga bisa menjadi bagian dari Malang Djadoel ini. Selain berdagang, kami juga memiliki kesempatan untuk memperkenalkan budaya lokal, khususnya batik khas Malang, kepada generasi muda,” ujarnya dengan antusias.
Sementara itu, Tofan, seorang Pengusaha muda yang hadir langsung di lokasi, menyebut Malang Djadoel 2 bukan sekadar tontonan biasa. Baginya, acara ini merupakan ruang edukatif sekaligus pengalaman emosional yang tak terlupakan.
“Saya benar-benar tidak menyangka akan melihat pertunjukan seintens ini,” ujarnya.
Yang paling membekas bagi Tofan adalah penampilan debus seni pertunjukan tradisional yang menampilkan kekuatan fisik dan spiritual luar biasa. Salah satu momen paling dramatis, kata dia, adalah ketika seorang seniman debus memukulkan celurit ke tubuhnya tanpa rasa sakit sedikit pun, dan dilanjutkan dengan mematahkan rantai besi menggunakan tangan kosong.
“Saya sampai merinding. Ini bukan hanya soal atraksi kekuatan, tapi juga tentang warisan budaya yang kuat dan sarat makna. Generasi muda perlu tahu bahwa Indonesia punya tradisi sehebat ini, yang mengandalkan kekuatan batin dan kedisiplinan spiritual tinggi,” tutur Tofan antusias.
Menurutnya, pertunjukan seperti ini jarang ditemukan di tengah maraknya hiburan modern. Malang Djadoel berhasil mengemas tradisi lokal dalam balutan yang segar, menggugah rasa bangga terhadap akar budaya sendiri.
Pemerintah Kota Malang mendukung penuh penyelenggaraan Malang Djadoel 2. Menurut panitia pelaksana, kegiatan ini menjadi salah satu bentuk pelestarian budaya sekaligus ajang rekreasi berwawasan sejarah. “Kami ingin masyarakat, terutama anak-anak dan remaja, tidak melupakan identitas sejarah Malang dan tokoh-tokoh nasional yang lahir dari kota ini. Ini bukan sekadar pesta rakyat, tapi ruang kontemplasi nasionalisme,” ujar salah satu panitia.
Tak hanya menghibur, Malang Djadoel 2 juga menjadi wadah pemulihan ekonomi kerakyatan. Dengan menghadirkan lebih dari stand UMKM dan komunitas seni, perputaran ekonomi selama acara ditaksir menembus ratusan juta rupiah.
Sebagai kota yang memiliki sejarah panjang dalam perjalanan bangsa, Malang terus berbenah dalam mengemas tradisi menjadi kekuatan wisata budaya. Malang Djadoel 2 menjadi bukti nyata bahwa nostalgia bisa dikemas dalam bentuk hiburan yang edukatif, inklusif, dan produktif.
Dengan respon publik yang sangat positif, besar harapan agar Malang Djadoel bisa menjadi agenda tahunan tetap, bahkan dikembangkan menjadi festival budaya tingkat nasional di masa mendatang.