SURABAYA, JADIKABAR.COM – Pemerintah Kota Surabaya berkomitmen menghadirkan sistem transportasi yang terintegrasi, efisien, dan ramah pengguna. Dalam upaya mewujudkan konektivitas lintas moda, Pemkot menggandeng Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk menghubungkan Bus Trans Jatim dengan moda transportasi lokal lainnya, termasuk angkutan kota, layanan Wira-Wiri, hingga kereta lokal SRRL (Surabaya Regional Railway Line) yang akan segera hadir.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menyampaikan bahwa konsep integrasi ini akan tetap memperhatikan keberlangsungan trayek transportasi yang telah lama melayani masyarakat. Artinya, moda baru tidak serta-merta menggantikan yang lama, melainkan saling melengkapi dalam satu sistem.
“Jadi kita akan koordinasikan, tapi yang pasti saya tidak ingin ada moda transportasi lain yang lewat itu tidak berfungsi,” kata Eri Cahyadi, Jumat (25/7).
Lebih lanjut, Eri menjelaskan bahwa integrasi bukan hanya mencakup bus, tetapi juga kereta. Pemerintah Provinsi Jawa Timur saat ini tengah mempersiapkan pembangunan jalur SRRL yang akan memperluas cakupan layanan kereta api regional. Jalur ini diharapkan bisa menjadi alternatif mobilitas bagi warga Sidoarjo, Gresik, dan Surabaya.
“Kita dengan Provinsi Jawa Timur, Alhamdulillah akan ada SRRL juga kan? Jadi tidak semuanya hanya lewat bus saja, tapi bisa melalui kereta,” jelasnya.
Pemkot Surabaya pun menyiapkan skema integrasi multi moda, di mana penumpang Trans Jatim bisa berpindah ke moda lain seperti Wira-Wiri atau angkot di titik-titik strategis. Proses ini akan dilakukan dengan tetap mempertahankan ekosistem transportasi lokal, agar tidak ada trayek yang dikorbankan akibat pengembangan moda baru.
“Tidak mungkin ketika ada yang lewat di sana trayeknya tiba-tiba dimasukin yang baru,” ujarnya tegas.
Wali Kota Eri menambahkan bahwa pihaknya saat ini tengah menjalin koordinasi intensif dengan Dishub Provinsi Jawa Timur untuk menyusun detail teknis integrasi. Salah satu aspek penting yang sedang dibahas adalah skema tarif dan sistem bagi hasil antar moda transportasi. Tarif akan dihitung berdasarkan jarak dan moda yang digunakan, sehingga adil bagi seluruh operator.
“Nanti kita akan hitung, misalnya Rp 2.000 itu sampai mana? Oh ternyata batas opernya di sini dan lain-lainnya,” jelasnya.
Proses penyusunan teknis tarif akan melibatkan Dinas Perhubungan Kota Surabaya dan Dinas Perhubungan Provinsi Jatim. Pemkot berupaya memastikan bahwa skema ini tidak memberatkan masyarakat, tetapi juga tetap menjamin keberlanjutan usaha para pengemudi dan operator.
Konsep tiket terusan (multimoda ticketing) pun menjadi bagian penting dari rancangan ini. Penumpang cukup membayar satu kali tiket dan bisa berpindah antar moda, baik dari Trans Jatim ke angkot, ke SRRL, atau sebaliknya. Sistem ini sudah diterapkan di banyak kota besar di dunia, dan kini akan mulai diperkenalkan di Surabaya.
Wali Kota Eri meyakini bahwa integrasi ini akan berdampak positif, baik dari sisi kemudahan penumpang, efisiensi waktu tempuh, hingga penurunan kemacetan di jalan raya. “Buat saya integrasi itu bagus, sehingga penumpang itu tidak bingung, yang penting ditampung di mana,” ujarnya.
Eri juga menekankan bahwa langkah ini bukanlah soal dominasi satu moda atas yang lain, melainkan kolaborasi yang saling menguntungkan, baik bagi warga maupun pelaku transportasi. “Ini bukan soal kalah menang, tapi bagaimana masyarakat bisa nyaman, dari mana pun bisa masuk ke Surabaya tanpa ribet,” tandasnya.
Pemkot juga akan menyediakan peta rute digital dan fisik untuk membantu penumpang mengetahui titik-titik integrasi antar moda. Dengan pendekatan ini, warga Surabaya dan sekitarnya bisa lebih mudah merencanakan perjalanan dengan transportasi publik yang murah dan terjadwal.
“Integrasi ini mengutamakan bagaimana orang itu nyaman ketika akan masuk Surabaya, ketika akan keluar Surabaya terintegrasi dengan transportasi yang ada. Bisa Trans Jatim, bisa bus, bisa Wira-Wiri, bisa SRRL nantinya,” pungkas Eri Cahyadi.