JADIKABAR.COM – Senja selalu membawa pesona. Langit yang siang tadi biru terang perlahan bergeser menjadi jingga merah bahkan ungu. Banyak orang mengabadikan momen itu tetapi tidak semua tahu mengapa perubahan warna bisa terjadi. Fenomena ini bukan sekadar romantika alam melainkan hasil interaksi cahaya matahari dengan atmosfer bumi.
Cahaya matahari sebenarnya berwarna putih yang berarti gabungan dari berbagai warna dengan panjang gelombang berbeda. Saat siang hari posisi matahari berada tinggi di langit sehingga cahaya hanya melewati sedikit lapisan atmosfer. Warna biru yang memiliki panjang gelombang pendek lebih mudah tersebar ke segala arah oleh molekul udara. Karena itulah langit terlihat biru ketika siang.
Ketika senja tiba matahari berada rendah di horizon. Cahaya harus menempuh jalur lebih panjang melewati atmosfer. Dalam perjalanan itu warna biru dan hijau dengan gelombang pendek lebih banyak tersebar dan hilang dari pandangan. Sisa warna dengan panjang gelombang lebih besar seperti kuning oranye dan merah akhirnya mendominasi. Dari situlah lahir nuansa hangat yang kita lihat di ufuk barat.
Faktor lain yang memperkaya warna senja adalah kondisi udara. Partikel debu polusi hingga uap air bisa memengaruhi pembiasan cahaya. Pada udara bersih warna senja cenderung lembut dan jernih. Sebaliknya jika banyak partikel di udara senja bisa tampil lebih dramatis dengan gradasi merah pekat atau ungu gelap. Fenomena ini disebut scattering atau hamburan cahaya dan menjadi kunci utama keindahan langit sore.
Senja dengan segala variasi warnanya sebenarnya adalah pertunjukan fisika yang kita saksikan setiap hari. Pemahaman ilmiah justru tidak mengurangi keindahan itu malah menambah rasa kagum. Alam memperlihatkan bahwa sains dan estetika berjalan berdampingan memberi kita alasan untuk berhenti sejenak menatap langit dan membiarkan diri hanyut dalam cahaya terakhir hari itu.
